Close Menu
Suara BSDKSuara BSDK
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB
Instagram YouTube
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Home » HAKIM SEBAGAI INTERPRETER OF SCIENCE DAN BUKAN SEKADAR INTERPRETER OF LAW DALAM PERKARA PIDANA
Artikel

HAKIM SEBAGAI INTERPRETER OF SCIENCE DAN BUKAN SEKADAR INTERPRETER OF LAW DALAM PERKARA PIDANA

27 October 2025 – 16:01 WIB5 Mins Read
Share
Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

1. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa perubahan besar dalam sistem pembuktian dan penegakan hukum pidana. Kejahatan modern seperti kejahatan siber, korupsi lintas negara, pencucian uang, dan kejahatan lingkungan memerlukan pemahaman ilmiah yang melampaui teks undang-undang.

Oleh karena itu, dalam paradigma hukum kontemporer, hakim tidak lagi cukup hanya berperan sebagai “interpreter of law”, yakni penafsir aturan hukum positif, tetapi juga harus menjadi “interpreter of science”, yakni penafsir terhadap fakta-fakta ilmiah yang muncul dalam proses pembuktian. Sebab, hukum tidak hidup dalam ruang hampa; ia selalu berinteraksi dengan temuan dan metode ilmiah yang berkembang di masyarakat[1].

2. Hakim sebagai Interpreter of Law

Secara tradisional, hakim dipandang sebagai pelaksana undang-undang (la bouche de la loi) sebagaimana ajaran Montesquieu dalam L’esprit des Lois. Hakim hanya menafsirkan dan menerapkan hukum yang telah ditetapkan oleh legislatif, tanpa menambahkan atau mengurangi maknanya.

Dalam sistem hukum pidana klasik, pendekatan ini dikenal sebagai positivisme yuridis, di mana putusan harus didasarkan secara ketat pada ketentuan hukum tertulis. Menurut Hans Kelsen, tugas hakim hanyalah menurunkan norma umum (undang-undang) menjadi norma individual (putusan), tanpa memasukkan penilaian moral atau ilmiah[2].

Namun, dalam realitas modern, pendekatan ini menjadi tidak memadai. Fakta-fakta ilmiah seperti bukti DNA, rekaman digital, analisis forensik, dan data elektronik memerlukan kemampuan analisis lintas-disiplin yang tidak tercantum eksplisit dalam peraturan hukum.

3. Pergeseran Menuju Hakim sebagai Interpreter of Science

Paradigma baru peradilan menempatkan hakim bukan sekadar pelaksana teks hukum, melainkan sebagai penafsir realitas ilmiah yang menjadi dasar bagi penerapan hukum secara adil.

Hakim sebagai interpreter of science berarti hakim harus mampu:

  1. Memahami dan menilai bukti ilmiah — seperti hasil laboratorium forensik, audit digital, atau uji balistik;
  2. Menilai validitas ilmiah suatu metode — misalnya chain of custody dalam bukti elektronik;
  3. Menimbang keterangan ahli secara epistemologis, bukan sekadar formalitas;
  4. Menghubungkan antara norma hukum dan teori ilmiah, agar putusan berdasar pada scientific truth dan bukan hanya legal truth.

Menurut Satjipto Rahardjo, hakim modern tidak hanya menegakkan hukum secara formal (law in books), tetapi juga menegakkan “hukum yang hidup” (living law) dengan mempertimbangkan konteks sosial dan ilmiah di mana hukum itu bekerja[3].

4. Hakim dalam Perspektif Ilmu dan Pembuktian

Perkara pidana modern menuntut hakim memiliki literasi ilmiah karena proses pembuktian tidak hanya melibatkan fakta hukum, tetapi juga fakta ilmiah. Misalnya:

  • Dalam perkara pembunuhan, pembuktian sering bergantung pada DNA analysis atau time of death estimation.
  • Dalam perkara korupsi dan keuangan, diperlukan forensik akuntansi dan audit digital.
  • Dalam perkara lingkungan, hakim harus memahami bukti ilmiah mengenai pencemaran.

Dengan demikian, hakim berperan ganda: sebagai ilmuwan yang menafsirkan fakta ilmiah (scientific interpreter) dan sebagai yurist yang menegakkan norma hukum (legal interpreter).

Lawrence Friedman menyebut bahwa fungsi hakim di era modern adalah mengintegrasikan legal reasoning dengan scientific reasoning untuk menghasilkan keadilan yang empiris dan rasional[4].

5. Konsekuensi Epistemologis dan Etis

Peran hakim sebagai interpreter of science membawa dua konsekuensi besar:

a. Konsekuensi Epistemologis

Hakim harus memahami logika ilmiah (scientific logic) dalam menilai bukti. Artinya, kebenaran hukum tidak lagi hanya ditentukan oleh kesesuaian prosedural, tetapi oleh validitas ilmiah dari fakta yang terbukti di persidangan.

b. Konsekuensi Etis

Hakim dituntut menjaga integritas dalam menilai fakta ilmiah secara objektif, tanpa bias politik atau tekanan institusional. Hakim harus menjembatani dunia hukum dan dunia ilmu pengetahuan tanpa kehilangan orientasi moral keadilan (ius et scientia).

6. Implementasi dalam Hukum Indonesia

Dalam konteks hukum Indonesia, peran hakim sebagai interpreter of science mulai tampak dalam beberapa kasus penting, antara lain:

  1. Kasus Forensik DNA dalam perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin (2016) — Hakim mengintegrasikan hasil laboratorium ilmiah sebagai dasar penentuan kesengajaan.
  2. Kasus Lingkungan PT Lapindo Brantas — Hakim mempertimbangkan hasil penelitian geologi dan seismologi sebagai bukti ilmiah.
  3. Perkara Tipikor berbasis digital evidence — Hakim menilai log data, email forensik, dan metadata sebagai alat bukti sah menurut hukum acara.

Hal ini menunjukkan bahwa hakim kini tidak dapat menghindar dari tanggung jawab epistemologis sebagai penafsir ilmu pengetahuan.

7. Kesimpulan

Hakim modern bukan lagi hanya interpreter of law yang berorientasi pada teks, melainkan juga interpreter of science yang berorientasi pada realitas empiris dan pengetahuan ilmiah. Keberanian untuk menafsirkan hukum melalui kacamata ilmu pengetahuan menjadi kunci agar peradilan pidana tidak tertinggal oleh dinamika masyarakat ilmiah.

Dengan demikian, kebenaran hukum (legal truth) harus bersinergi dengan kebenaran ilmiah (scientific truth) agar putusan hakim bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga benar secara rasional dan adil secara substantif.

Daftar Pustaka

Friedman, Lawrence M. The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russell Sage Foundation, 1975.

Friedman, Lawrence M. Law and Society: An Introduction. Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1987.

Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Cambridge: Harvard University Press, 1945.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2016.

Muladi. Hakim dan Keadilan Substantif dalam Hukum Pidana Modern. Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 2019.

Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan. Jakarta: Kompas, 2008.


[1] Friedman, Lawrence M. The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russell Sage Foundation, 1975, hlm. 112.

[2] Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Cambridge: Harvard University Press, 1945, hlm. 273

[3] Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan. Jakarta: Kompas, 2008, hlm. 65.

[4] Friedman, Lawrence M. Law and Society: An Introduction. Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1987, hlm. 78.

Dr. Fauzan Prasetya
Dr. MARSUDIN NAINGGOLAN, S.H., M.H. Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara
Share. Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Related Posts

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB
Demo
Top Posts

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Kelas Inpirasi : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Hukum Keadilan

16 May 2024 – 18:01 WIB

Badan Strajak Diklat Kumdil Gelar Donor Darah dalam Rangka HUT RI dan HUT MA RI Ke-80

21 August 2025 – 11:42 WIB
Don't Miss

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

By Kontributor SuaraBSDK10 November 2025 – 23:30 WIB

Penutupan Rapat Pleno Kamar MA ditutup Ketua MA, YM Sunarto Senin malam (10/11) di Convention…

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
Top Trending
Demo
Hubungi Kami

Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI

Kantor: Jl. Cikopo Selatan Desa Sukamaju, Kec. Megamendung
Bogor, Jawa Barat 16770

Telepon: (0251) 8249520, 8249522, 8249531, 8249539

Kategori
Beranda Artikel Berita Features Sosok
Filsafat Roman Satire SuaraBSDK Video
Connect With Us
  • Instagram
  • YouTube
  • WhatsApp
Aplikasi Internal
Logo 1 Logo 2 Logo 3 Logo 3
Logo 4 Logo 4 Logo 4 Logo 5 Logo 5

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.