Pelatihan tingkat lanjut hakim lingkungan “Penanganan Perkara Lingkungan Hidup yang Berorientasi pada Pemulihan dan Keadilan Iklim” ditutup dengan kunjungan ke Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Loji, Bogor. Di tengah kelebatan hutan tropis, para hakim menyaksikan secara langsung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), simbol negara yang kini berstatus terancam punah (endangered), sedang menjalani rehabilitasi. Perjalanan studi lapangan bagi para hakim peserta pelatihan tidak berhenti di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) semata. Dipimpin oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H. dan didorong oleh semangat untuk memperkaya pengalaman fisik, beberapa peserta pelatihan melanjutkan dengan menapaki jalur setapak yang menantang menuju Curug Cibadak.

Perjalanan menuju Curug Cibadak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Loji, Bogor, adalah sebuah ziarah yang menawarkan pengalaman fisik dan spiritual yang mendalam. Pendakian ini bukan sekadar berjalan, melainkan upaya untuk menyerap keindahan alam liar dan menguji batas diri. Di awal pendakian, para peserta disambut oleh hutan pinus. Barisan pohon pinus yang tinggi menciptakan kanopi alami, menghasilkan udara sejuk yang menenangkan. Namun, ketenangan ini segera berganti dengan tantangan. Setelah melewati hutan pinus, jalur setapak berubah menjadi medan yang curam dan menantang. Jalur pendakian yang ditempuh kurang lebih selama satu jam ini didominasi oleh bebatuan yang tertutup lumut, membuat pijakan menjadi sangat licin. Tantangan semakin terasa ketika melintasi beberapa bagian jalan setapak yang berbatasan langsung dengan jurang di sisi kiri. Setiap langkah harus diambil dengan penuh kehati-hatian, sebuah metafora perjuangan yang menuntut fokus dan ketenangan.

Seiring langkah kaki semakin dalam, atmosfer hutan tropis yang sangat lebat dan asri mulai menyelimuti. Vegetasi di sekitar terasa begitu liar dan otentik, mengingatkan pada lanskap purba yang jarang terjamah. Suasana yang sunyi dan damai dipecahkan oleh suara alam. Di antara gemericik air sungai, sesekali terdengar pekikan Elang Jawa yang megah. Suara elang ini, simbol keagungan dan kebebasan, seolah menjadi musik yang mengiringi dan memberi semangat di tengah tantangan. Kadang, rintik air hujan gerimis ikut menemani, menambah nuansa dramatis dan otentik pada perjalanan.
Rasa lelah pasti menyelimuti, terutama saat menghadapi tanjakan curam yang tidak berujung. Namun, lelah itu terbayar lunas ketika mencapai sebuah jembatan yang menjadi petunjuk bahwa Curug Cibadak sudah dekat. Setelah melewati jembatan, tantangan tanjakan berakhir dan keindahan air terjun mulai terlihat. Curug Cibadak menyambut dengan pancuran air yang megah dan jernih, mengalir deras dari tebing cadas yang tinggi. Pemandangan ini adalah hadiah sempurna atas perjuangan. Airnya yang dingin dan bersih membentuk kolam penampungan alami di bawahnya mengundang untuk merendam diri dan merasakan sensasi dinginnya air curug yang menyegarkan.

Setelah pendakian yang penuh perjuangan, ada satu hal yang terasa hangat yaitu kebersamaan. Sambil duduk beristirahat di bebatuan besar di depan air terjun, momen berbagi tawa, kelegaan, dan rasa bangga karena berhasil menaklukkan jalur terjal menjadi perekat yang menguatkan. Curug Cibadak, sebagai permata tersembunyi, tak hanya menawarkan pemandangan, tetapi juga menjadi pengingat nyata akan kekayaan ekologis yang wajib dijaga. Pengalaman ini menyadarkan bahwa di balik setiap perjuangan, keindahan sejati selalu menanti.


