Close Menu
Suara BSDKSuara BSDK
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB
Instagram YouTube
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Home » Mengapa Pelaksanaan Eksekusi Putusan Sulit dan Berbiaya Mahal? Berikut Lanjutan Penjelasan Empirisnya (Faktor Pengadilan, KPKNL, BPN, dan Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP))
Artikel

Mengapa Pelaksanaan Eksekusi Putusan Sulit dan Berbiaya Mahal? Berikut Lanjutan Penjelasan Empirisnya (Faktor Pengadilan, KPKNL, BPN, dan Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP))

3 November 2025 – 08:40 WIB11 Mins Read
Share
Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Setelah pada artikel yang terbit sebelumnya mengulas detail faktor hambatan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan dari faktor Kepolisian yang menyebabkannya rumit, sulit, dan berbiaya mahal, pada artikel ini akan mengulas tuntas faktor kelembagaan lainnya dari internal pengadilan itu sendiri, KPKNL, dan Badan Pertanahan Nasional. Dasar berpijak dari terbitnya artikel ini adalah bersumber dari keluhan mengenai pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan seringkali terdengar dari pencari keadilan maupun aparatur pengadilan itu sendiri. Keluhan yang belum juga tuntas terjawab dan mendapatkan solusi kemudian mengantarkan terbentuknya suatu adagium “Proses Eksekusi Putusan Pengadilan Jauh Lebih Rumit daripada Proses Litigasinya.”  Suara sumbang yang nyaring terdengar dari keluhan atas pelaksanaan eksekusi yang hingga kini belum mendapatkan solusi terbaiknya.

Pemetaan Faktor Penyebab Eksekusi sulit dan berbiaya Mahal.

Hambatan eksekusi putusan perdata di pengadilan tidak bersumber dari faktor internal pengadilan saja melainkan juga berasal dari faktor eksternal pengadilan. Mitra kerja pengadilan yang memiliki kaitan erat dengan keberhasilan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi) diantaranya ialah Kepolisian Republik Indonesia, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Kantor Pertanahan BPN tingkat Kota/Kabupaten, dan Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP).

Wujud Faktor Hambatan di Pengadilan.

Temuan-temuan faktual ketika melaksanakan visitasi lapangan kepada Pengadilan Negeri Denpasar, Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Medan Pengadilan Agama Denpasar, Pengadilan Agama Bandung, dan Pengadilan Agama Medan menunjukkan beberapa faktor yang mengakibatkan hambatan pelaksanaan eksekusi yang berasal dari internal pengadilan itu sendiri. Setidaknya temuan tersebut beruwujud:

  1. Pada Pengadilan Negeri Denpasar secara pedoman pelaksanaan eksekusi telah ada kejelasan mengenai biaya yang dibutuhkan untuk Pelaksanaan Eksekusi di Pengadilan Negeri hanya saja besarannya berbeda-beda yakni diklasifikasikan sebagai berikut: 
  2. Biaya Eksekusi Riil terdiri atas Komponen Biaya Hak-Hak Kepaniteraan/PNBP sejumlah Rp110.000. dan Biaya Pelaksanaan sejumlah Rp4.070.000 sehingga totalnya ialah Rp4.180.000. Biaya ini masih belum mengakomodir besaran biaya pemanggilan yang terdiri atas panggilan kepada Pemohon sebanyak 2 kali dan panggilan kepada Termohon sebanyak 3 kali.
  3. Biaya Eksekusi Lelang terdiri atas Komponen Biaya Hak-Hak Kepaniteraan sejumlah Rp205.000 dan Komponen Biaya Pelaksanaan sejumlah Rp9.050.000 sehingga totalnya ialah Rp9.255.000.
  4. Sita/ Pengangkatan Sita.

Biaya Sita/ Pengangkatan sita juga terdiri atas dua komponen yakni Biaya Hak-Hak Kepaniteraan yang besarannya sejumlah Rp85.000 dan Biaya Pelaksanaan yang besarannya sejumlah Rp1.400.000. Total biaya yang dibutuhkan ialah Rp1.485.000.

  • Biaya Pemeriksaan Setempat sejumlah Rp760.000 rupiah.
  • Telah diaturnya kejelasan biaya perkara pada PN melalui surat penetapan ketua PN atau panitera telah menyelesaikan sebagian ketidakjelasan transparansi biaya eksekusi putusan pengadilan. Dikatakan sebagian karena komponen eksekusi tidak hanya biaya yang dipungut oleh pihak pengadilan melainkan ada biaya-biaya lain yang diurus mandiri oleh pemohon eksekusi ke institusi terkait. Misalnya Pengamanan diurus di Polres, Taksiran Lelang diurus oleh Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP), Biaya Lelang diurus dan dibayarkan langsung kepada KPKNL, Sewa Alat Berat langsung diurus sendiri kepada Penyewaan alat berat (eskavator, bulldozer, Forklift, Wheel Loader dan Buruh Angkut), dan biaya konstatering langsung dibayarkan ke BPN).
  • Ketua PN Medan dalam kegiatan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan selalu bersurat kepada Kapolrestabes Medan untuk meminta bantuan pengamanan, namun beberapa permohonan tidak direspon, dikabulkan, dan banyak juga dibalas dengan surat Kapolrestabes yang pada intinya menginformasikan belum dapat memenuhi permohonan bantuan pengamanan perkara. Salah satunya misalnya Surat Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Medan Nomor B/7033/VI/PAM.3.3/2024 Tanggal 25 Juni 2024 yang memberitahukan belum dapat memberikan bantuan pengamanan eksekusi dengan alasan pada hari Rabu 26 Juli 2024 Polrestabes Medan sedang melaksanakan pengamanan di beberapa titik unjuk rasa dan sedang pelaksanaan kegiatan dalam rangka memperingati hari ulang tahun Bhayangkara di wilayah Hukum Polrestabes Medan;
  • PN Medan dalam beberapa pelaksanaan eksekusi pengosongan juga meminta bantuan kepada Komandan Rayon Militer (Danramil 0201-08/MA Kodim 0201/Medan). Surat Panitera Pengadilan Medan Nomor 5878/PAN.01.PN.W2-U1/HK2.4/IV/2024 bertanggal 29 April 2024 direspon oleh Danramil 0201-08/MA dengan mengirimkan beberapa personil TNI untuk membantu pengamanan eksekusi pembongkaran tembok dalam Perkara Nomor 69/Eks/2023/572/Pdt.G/2022/PN. Mdn yang dilaksanakan Senin, 6 Mei 2024 Pukul 09.00 WIB sampai selesai yang bertempat di objek perkara sebelah Ujung Blok D Komplek Perumahan Contempo Regency. Pelaksanaan eksekusi tersebut berjalan lancar tanpa dihadiri pihak keamanan dari Polrestabes Medan.
  • Pengamanan eksekusi pada PA seringkali bersurat kepada Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Penggunaan Frasa Pemberitahuan Pelaksanaan Descente sengaja digunakan oleh Panitera Pengadilan Agama Medan untuk mensiasati surat yang kadang tidak direspon oleh Polres atau Polsek sehingga untuk menggugurkan kewajiban mengikutsertakan pihak pengamanan kepolisian ditulislah pemberitahuan dari yang seharusnya memohon bantuan pengamanan. Kata Pemberitahuan dapat dimaknai sifatnya hanya memberitahu saja yang konsekuensinya apabila pihak polres/polsek tidak hadir sekalipun pelaksanaan descente atau pelaksanaan eksekusi tetap bisa terlaksana tanpa adanya suatu hambatan.
  • Untuk Biaya Appraisal yang relatif tinggi, serta belum adanya ketentuan khusus dalam penunjukan Appraisal atau dalam pemilihan appraisal. Untuk 1 kali penilaian dan per satu objek penilaian dikenakan biaya penaksiran Rp8.000.000. Contohnya dapat ditemukan dari kwitansi pembayaran Fee atas Jasa Penilaian aset berupa sebidang tanah dengan luas 1.134 m2 berikut bangunan yang terletak di Jalan Majapahit No 5 Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara;

Wujud Faktor Hambatan yang dirasakan oleh Kantor Lelang (KPKNL)

Kantor Lelang hanya berfokus pada pelaksanaan lelangnya saja, urusan kemudian lelang gagal, tidak ada penawaran, dan kemudian hasil lelang tidak bisa dikuasai oleh Pembeli lelang sama sekali bukan tugas dan tanggung jawab kantor lelang. Lelang sendiri dilakukan oleh KPKNL untuk sebatas memenuhi permohonan dari pemohon lelang, jadi bisa dicatat keberhasilan lelang dalam mendukung eksekusi sama sekali bukan tugas dari KPKNL. Klasifikasi Pelaksanaan Lelang ada 3 yaitu Lelang Dilaksanakan tidak ada peminat, Lelang Dilaksanakan dan Laku, dan Lelang Batal. Untuk Biaya ada dua komponen yakni Biaya dan Potongan.  Biaya terdiri atas: Biaya Pengumuman Koran, Biaya Permohonan Lelang (Rp150.000), Biaya Batal Lelang (Rp250.000), sedangkan Potongan terjadi saat ketika laku dilakukan Potongan Biaya lelang penjual dan PPH Final. Uang Jaminan Lelang besarannya 10 s/d 50% dari Harga lelang. Hambatan yang ditemui adalah ketika lelang sudah berhasil namun objek tidak dapat dikuasai, hal ini menyebabkan juga minat lelang berkurang.

Hambatan yang ditemui adalah ketika lelang sudah berhasil namun objek tidak dapat dikuasai, hal ini menyebabkan juga minat lelang berkurang. Terkait dengan penjualan lelang, apabila sudah dijual 3 x tidak laku, apakah diperbolehkan dilakukan pencoretan dari register eksekusi? Putusan Perkara Harta Bersama hanya mencantumkan objek barang bergerak berupa Mobil dan kendaraan bermotor yang pada saat pembuktian majelis hakim hanya menerima bukti berupa Faktur mobil dan Faktur motor tersebut tanpa menyertakan bukti kepemilikan berupa STNK/BPKB. Pada saat dilakukan Sita Eksekusi ke rumah Termohon, pihak Termohon Eksekusi tidak kooperatif (tidak mau membukakan pintu rumah sehingga tidak bertemu dengan Termohon dan objek sita) namun pihak Pengadilan tetap melaksanakan Sita Eksekusi dan Berita Acara Sita sudah diberitahukan kepada Termohon. Perkara Eksekusi ini sudah pada tahap pengajuan Lelang. Permasalahan timbul ketika akan melaksanakan pengisian Lelang secara online, mengalami kesulitan pengisian tentang kelengkapan data-data mobil/motor tersebut karena tidak ada NOP (Nomor Objek Pajak) Nomor Rangka/Mesin. Pejabat appraisal yang telah ditunjuk untuk melakukan penilaian atas objek eksekusi dihalangi oleh pihak Termohon Eksekusi (pihak Termohon Eksekusi masih menempati objek eksekusi).

Wujud Faktor Hambatan yang dirasakan oleh Kantah BPN

Pada saat sita eksekusi Pemohon tidak dapat menunjukkan sertifikat tanah, ataupun memberikan informasi mengenai nomor sertifikat, sehingga BPN tidak bisa memblokir objek tersebut. Selain itu terdapat amar putusan majelis hakim mencantumkan beberapa objek tanah berstatus Letter C (C Desa), namun pada saat akan dilaksanakan Sita Eksekusi yang didahului dengan pengecekan status tanah di Kepala Desa, ternyata baru terungkap bahwa status beberapa objek tanah tersebut ternyata sudah bersertifikat (SHM) dan sebagian objek tanah sedang diagunkan di BANK/KSP. Objek Eksekusi yang terkadang tidak sesuai ukuran objek sengketa yang sebenarnya karena putusan didasarkan atas hasil pemeriksaan setempat yang tidak melibatkan juru ukur (BPN). Pelaksanaan eksekusi lelang khususnya eksekusi mengenai barang tidak bergerak membutuhkan kerjasama dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal pendaftaran Berita Acara Sita Eksekusi dan penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk keperluan lelang. Pada saat eksekusi pengosongan dilaksanakan, eksekusi pengosongan berhasil dilaksanakan dengan mengeluarkan pihak Termohon Eksekusi dan keluarganya dari rumah yang menjadi objek eksekusi, serta barang-barang yang ada pada rumah tersebut juga berhasil dikeluarkan semua, namun pihak Termohon Eksekusi tidak mau menyerahkan surat/ sertifikat rumah tersebut kepada Jurusita pengadilan sebagaimana amar putusan, permasalahan berikutnya muncul ketika pihak Pemohon Eksekusi yang sudah menguasai objek ingin balik nama tanah tersebut namun menjadi terkendala di BPN. Objek eksekusi telah disita, namun sita eksekusi belum dapat didaftarkan ke BPN, disebabkan nomor sertifikat dan alamat objek sita telah berubah karena adanya pemekaran wilayah. sehingga untuk kelengkapan syarat pendaftaran sita, BPN meminta kepastian letak objek sita agar tidak terjadi kekeliruan. BPN melakukan pengukuran namun hanya mengukur bagian Pemohon eksekusi saja. BPN Tidak mengukur bagian semua pihak, alasannya SOP. Siapa yang membayar dia yang diukurkan bagiannya. Ketentuan dari Pihak BPN agar Pihak Termohon menyerahkan Sertifikat Asli kepada Pemohon atau Pemenang Lelang, menjadi hambatan tersendiri dalam rangka Penerbitan Sertifikat atau Balik nama Hak Kepemilikan. Sebab di beberapa kasus, Pihak Termohon selalu tidak bersedia menyerahkan sertifikat asli secara suka rela kepada Pejabat Lelang Negara.

Wujud Faktor Hambatan yang dirasakan oleh Organisasi Advokat

Advokat sebagai representasi dari kuasa hukum pemohon eksekusi mengeluhkan dan merasa lebih berat dan lebih melelahkan mengurus eksekusi perkara daripada mengurus perkara pada proses litigasi persidangannya. Belum diaturnya SOP secara terperinci hingga detail durasi pelaksanaan tahapan eksekusi, output apa saja yang dihasilkan per tahap eksekusi menjadikan pengurusan eksekusi menjadi lamban, tidak pasti, dan rawan menjadi celah bagi aparatur pengadilan yang kurang berintegritas untuk menekan pemohon eksekusi karena daya tawar yang lemah. Contohnya karena pihak pengadilan lama dalam memberikan informasi, tumpukan permohonan hingga penanganan membutuhkan waktu yang lama akhirnya beberapa oknum menawarkan”apa mau dibantu percepatan?” atau dengan kalimat “kalau mau cepat bisa sih dibantu” dan lain sebagainya.

Pengurusan bantuan pengamanan eksekusi oleh Polres, Dandim, Danramil, Pengurusan Lelang KPKNL Penilaian ke KJPP, Jasa penyewaan alat berat dan buruh angkut, dan konstatering ke BPN yang dilakukan oleh pencari keadilan (advokat selaku kuasa pemohon eksekusi) dirasa sangat merepotkan karena pengurusan pada institusi lain yang kadang tidak jelas mekanisme dan besaran biayanya, belum lagi lama proses birokrasi pada masing-masing institusi tersebut mengakibatkan pemohon eksekusi menjadi tidak berkepastian bahkan proses pengurusannya mandek. Perihal tidak pastinya waktu juga menjadi persoalan, penetapan waktu tidak jelas, dan cenderung tidak pasti sehingga pihak atau advokat menunggu saja bahkan sampai berbulan-bulan. Pada pengadilan di Meja informasi tidak disediakan petugas untuk berkonsultasi terkait pelaksanaan eksekusi. Padahal dalam tahapan Pra Eksekusi yang sering menjadi hambatan berkenaan dengan konsultasi amar putusan yang multitafasir dan/atau sumir. Perihal tidak pastinyanya waktu juga menjadi persoalan, penetapan waktu tidak jelas, dan cenderung tidak pasti sehingga pihak atau advokat menunggu saja bahkan sampai berbulan-bulan.

 Ketidakpastian waktu ini kemudian menjadikan peluang-peluang transaksional muncul. Aparatur peradilan karena waktunya lama akhirnya mengucapkan “apa perlu dibantu biar cepat?” yang tentu saja maksudnya dengan imbalan uang atau suap agar terjadi percepatan penanganan perkara. Harusnya dalam tiap proses peradilan ada output laporannya semacam lembar checklist disposisi yang memuat hal-hal apa saja yang belum lengkap, atau tindakan apa yang perlu dilakukan. Pasca eksekusi pun kadang berita acara eksekusinya lama disampaikan ke Para Pihak. Antar Pengadilan Negeri kadang berbeda dalam perlakuan pemberian layanan. Di Pengadilan Negeri A diperbolehkan sementara di Pengadilan Negeri B tidak diperbolehkan. Seolah pengadilan bukan satu standarnya. Perkara eksekusi yang akan ditentukan tanggal penetapan eksekusi akan tetapi Pemohon Eksekusi belum siap dengan biaya keamanan, sehingga sampai saat ini belum ditetapkan tanggal penetapan eksekusi? Berapa lama batas waktu penyimpanan barang objek eksekusi pengosongan yang dititipkan pada tempat/Gudang yang telah disewa oleh Pemohon eksekusi? Dan apabila tidak diambil dalam jangka waktu tertentu siapa yang bertanggung jawab atas barang eksekusi tersebut?

Berdasarkan uraian faktor-faktor hambatan di atas, walaupun telah diatur mengenai besaran biaya yang jelas dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi di Pengadilan, Namun belum menyelesaikan persoalan pelaksanaan eksekusi karena pengaturan belum menjangkau sampai kepada detail-detail pasti waktu pelaksanaannya, serta output dari tahapan permasing-masing tahapan. Hal ini kemudian menjadi keluhan bagi pencari keadilan karena pelaksanaan menjadi bisa berlarut-larut bahkan kadang mandek dan terpendam dalam tumpukan berkas lain di pengadilan. Selain itu hal ini dapat menjadi celah bagi aparatur pengadilan yang kurang berintegritas untuk memanfaatkan celah dan keadaan ini untuk melakukan percepatan penanganan atau sebaliknya memperlambat proses pelaksanaan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bagi pemohon eksekusi tentu ingin proses penanganan permohonan dan proses eksekusinya berjalan lancar dan cepat namun bagi termohon eksekusi sebaliknya menginginkan dan menghendaki agar proses eksekusi tidak buru-buru dilakukan eksekusi dengan harapan lebih lama mengulur-ngulur waktu sehingga bisa menguasai objek eksekusi lebih lama. Kondisi demikian tentu dapat dihindari dengan adanya kejelasan prosedur yang disertai Batasan waktu durasi pelaksanaannya dan output yang dihasilkan jelas sampai eksekusi benar-benar bisa dilaksanakan.  Lebih lanjut, tim penyusun naskah juga memahami kebijakan yang diambil oleh Pengadilan untuk berfokus menerima biaya eksekusi hanya untuk biaya yang benar-benar digunakan oleh internal pengadilan dalam rangka pelaksanaan eksekusi dan kemudian mempersilahkan pemohon eksekusi membayar sendiri biaya-biaya lain kepada masing-masing stakeholder seperti biaya pengamanan langsung dibayarkan kepada Polres, dan/atau TNI, biaya lelang langsung dibayarkan sendiri ke KPKNL atau Pejabat Lelang, Biaya Taksiran/Penilaian langsung dibayarkan kepada KJPP, Biaya Konstatering dan pengukuran objek eksekusi langsung dibayarkan kepada Kantah BPN, biaya publikasi lelang dibayarkan ke media cetak lokal atau regional, dan biaya bongkar langsung dibayarkan kepada penyedia jasa alat berat dan buruh angkut. Distribusi pembayaran biaya selain biaya yang digunakan murni oleh pengadilan oleh pemohon eksekusi ini dilakukan semata-mata sebagai kemudahan pertanggungjawaban biaya perkara, transparansi, serta agar tidak membebani apabila pihak stakeholder (Kepolisian, TNI, KJPP, KPKNL, BPN, Penyedia Jasa Alat berat dan Buruh Angkut) membutuhkan lebihan biaya atau tidak dapat mengabulkan permohonan bantuan eksekusi.

Dr. Agus Digdo Nugroho, S.H. M.H.
Dr. Agus Digdo Nugroho, S.H. M.H. Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
Share. Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Related Posts

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB

The Double-Edged Download

10 November 2025 – 16:46 WIB

Senyap di Balik Layar Digital Pengadilan

10 November 2025 – 15:53 WIB
Demo
Top Posts

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Kelas Inpirasi : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Hukum Keadilan

16 May 2024 – 18:01 WIB

Badan Strajak Diklat Kumdil Gelar Donor Darah dalam Rangka HUT RI dan HUT MA RI Ke-80

21 August 2025 – 11:42 WIB
Don't Miss

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

By Kontributor SuaraBSDK10 November 2025 – 23:30 WIB

Penutupan Rapat Pleno Kamar MA ditutup Ketua MA, YM Sunarto Senin malam (10/11) di Convention…

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
Top Trending
Demo
Hubungi Kami

Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI

Kantor: Jl. Cikopo Selatan Desa Sukamaju, Kec. Megamendung
Bogor, Jawa Barat 16770

Telepon: (0251) 8249520, 8249522, 8249531, 8249539

Kategori
Beranda Artikel Berita Features Sosok
Filsafat Roman Satire SuaraBSDK Video
Connect With Us
  • Instagram
  • YouTube
  • WhatsApp
Aplikasi Internal
Logo 1 Logo 2 Logo 3 Logo 3
Logo 4 Logo 4 Logo 4 Logo 5 Logo 5

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.