Misi dan Paradigma KUHP Baru
KUHP baru disusun dan disahkan pada tahun 2023 dengan mengusung beberapa misi penting, yaitu:
- Dekolonialisasi-rekodifikasi secara terbuka dan terbatas: melepaskan KUHP dari nilai-nilai dan budaya hukum kolonial yang tidak sesuai lagi dengan situasi, perkembangan, dan tuntutan sistem hukum masyarakat Indonesia. Rekodifikasi terbuka berarti mengadopsi nilai-nilai yang ada tanpa mempersoalkan sumber nilai tersebut dari mana sepanjang selaras dengan nilai-nilai luhur di masyarakat;
- Demokratisasi hukum pidana, yaitu upaya menjadikan hukum pidana lebih demokratis, partisipatif, adil, dan mencerminkan kedaulatan rakyat. Konsep ini ingin menggeser paradigma hukum pidana dari yang semula sering kali bersifat elitis, represif, dan hanya menjadi alat penguasa, menuju hukum pidana yang melindungi hak-hak rakyat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan;
- Konsolidasi hukum pidana, yaitu upaya penyatuan, penataan ulang, dan penyederhanaan berbagai peraturan perundang-undangan pidana yang tersebar ke dalam sebuah kerangka hukum yang lebih terpadu, sistematis, dan koheren. Dengan demikian KUHP Nasional mencakup sebanyak mungkin aspek dan bentuk pidana sehingga memudahkan dalam membaca, memahami, dan mengimplementasikan hukum pidana.
- Adaptasi dan harmonisasi, yaitu proses mengadaptasi dan mengharmonisasikan pelbagai prinsip, kaidah, dan aturan hukum pidana agar tercipta suatu tatanan dan kodifikasi baru yang lebih lengkap, adaptif, dan responsif dengan situasi terkini dalam penegakan hukum.
Berbeda dengan KUHP warisan kolonial, KUHP Nasional mengusung beberapa paradigma baru, antara lain
- Lex talionis (paradigman pemidanaan retributif/pembalasan) harus ditinggalkan, diganti dengan local wisdom (kearifan lokal). Dalam memutus perkara, Hakim harus memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat sebagai bagian penting dalam mempertimbangkan bersalah tidaknya Terdakwa serta pidana apa yang akan dijatuhkan;
- Alternatif sanksi penjara harus diutamakan, hal ini berbeda dengan KUHP lama
- yang selalu mengedepankan pidana penjara sebagai pidana pokok;
- Diperkenalkan adanya sistem pidana pengawasan dan kerja sosial sebagai alternatif sanksi penjara
- Pembedaan antara jenis pidana dan tindakan pidana yang dilakukan oleh pelaku dewasa, anak dan korporasi.


