Kebaruan dalam KUHP Nasional
Sebagai produk hukum nasional, KUHP Nasional membawa sejumlah perubahan penting dalam sistem hukum pidana. Beberapa unsur kebaruan dimaksud adalah:
- Prinsip ultimum remedium dan restorative justice:
- menempatkan pidana penjara sebagai jalan terakhir;
- meninggalkan paradigma lama (retributif/pembalasan/lex talionis) menuju
keadilan rehabilitatif dan restitutif, sehingga diperlukan tujuan pemidanaan; - memberikan solusi sebagai Alternatif Pidana Penjara yaitu dengan pengaturan
pidana pengawasan dan pidana kerja sosial; - diskresi yang diberikan para hakim merefleksikan judicial independence.
- Penekanan pada tujuan pemidanaan:
- pencegahan;
- pemasyarakatan/rehabilitasi;
- penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai;
- penumbuhan penyesalan Terpidana.
- Berkaitan dengan tujuan pemidanaan, perlu diperhatikan beberapa pedoman pemidanaan:
- kewajiban Hakim dalam proses peradilan adalah menegakkan hukum dan keadilan;
- faktor yang harus dipertimbangkan Hakim: kesalahan, motif, tujuan, dan sikap batin;
- pedoman untuk tidak menjatuhkan pidana penjara: Pasal 70 Ayat (1) dikecualikan Pasal 70 Ayat (2);
- pemaafan peradilan (judicial pardon): Pasal 54 Ayat (2)
- Diversifikasi jenis dan bentuk pidana serta tindakan
- Dalam KUHP Nasional jenis pidana dan tindakan dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) subjek (pelaku) berbeda, yaitu:
- Dewasa: pidana pada Pasal 64 dan tindakan pada Pasal 103;
- Anak: diversi pada Pasal 112, tindakan Pasal 113, dan pidana Pasal 114;
- Korporasi: pidana pada Pasal 118 dan tindakan pada Pasal 123.
- Adapun jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan Hakim (Pasal 64–66 KUHP)
adalah:- Pidana pokok, meliputi:
a. Penjara
b. Tutupan
c. Pengawasan
d. Denda
e. Kerja Sosial - Pidana tambahan, meliputi:
a. Pencabutan hak tertentu
b. Perampasan barang tertentu/tagihan
c. Pengumuman putusan hakim
d. Pembayaran ganti rugi
e. Pencabutan izin tertentu
f. Pemenuhan kewajiban adat - Pidana khusus, yaitu pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 100).
- Pidana pokok, meliputi:
- Dalam menjatuhkan pidana, Hakim berpedoman pada pemodelan alternatif pidana, sebagai berikut:
- tidak menjatuhkan pidana penjara (Pasal 70 ayat (1));
- pidana denda (Pasal 71) dijatuhkan terhadap tindak pidana yang diancam pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun;
- pidana pengawasan (Pasal 75) dijatuhkan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun;
- pidana Kerja Sosial (Pasal 85) dijatuhkan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun.
- Dalam KUHP Nasional jenis pidana dan tindakan dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) subjek (pelaku) berbeda, yaitu:
- Reformulasi delik dan pengakuan nilai lokal (local wisdom)
Dalam KUHP Nasional, beberapa delik direformulasi, misalnya delik: perzinahan (Pasal 411), kohabitasi/kumpul kebo (Pasal 412), penghinaan lembaga negara (Pasal 240), delik penawaran melakukan tindak pidana dengan menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib yang dapat menimbulkan penyakit, kematian atau penderitaan mental/fisik seseorang (Pasal 252). Adapun tindak pidana berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat, diatur dalam Pasal 597 KUHP yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan terlarang, diancam dengan pidana berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) huruf f. Terdapat pula beberapa bentuk tindak pidana khusus yang diatur dalam Pasal 598–611, yaitu: tindak pidana HAM berat, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana narkotika.


