Close Menu
Suara BSDKSuara BSDK
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB
Instagram YouTube
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • SuaraBSDK
  • Video
Home » TRANSFORMASI MANAJEMEN ADMINISTRASI PERADILAN GUNA MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG
Artikel

TRANSFORMASI MANAJEMEN ADMINISTRASI PERADILAN GUNA MEWUJUDKAN PERADILAN YANG AGUNG

15 October 2025 – 14:52 WIB14 Mins Read
Share
Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

I. Pendahuluan

Perkembangan dunia yang pesat ditandai adanya tantangan di era disrupsi memberi dampak signifikan pada semua sektor kehidupan termasuk di dalamnya adalah sektor hukum. Kondisi VUCA[1] yang bergeser menjadi BANI[2] adalah wujud tantangan akibat adanya revolusi industri. Sektor hukum, khususnya lembaga peradilan adalah salah satu bagian yang harus mampu mengantisipasi kondisi tersebut. Antisipasi dilakukan oleh lembaga peradilan dengan membangun kekuatan tidak saja mengedepankan infrastruktur, tetapi juga peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan lembaga peradilan guna mewujudkan visi Mahkamah Agung yaitu peradilan yang agung serta mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.[3]

Semua aspek dalam lembaga peradilan harus menjadi perhatian dan merupakan komponen yang penting dalam usaha mewujudkan peradilan agung. Adapun bidang administrasi merupakan unsur yang strategis dan penting dalam perwujudan peradilan yang agung.[4] Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan tolok ukur sehingga peradilan dapat diberi predikat peradilan yang agung. Salah satu indikator yang berkenaan dengan bidang administrasi adalah bahwa peradilan mampu menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional, modern dan berbasis teknologi informasi.

Penataan sistem administrasi peradilan yang baik merupakan salah satu prioritas dalam usaha pembaharuan peradilan secara komprehensif. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi dan menjadi puncak pelayanan hukum dan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan, diharapkan terus berusaha meningkatkan kinerja pembaruan administrasi peradilan. Secara conditio sine qua non, pembenahan administrasi peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung akan menjadi inspirasi dan teladan bagi upaya dan semangat pembaharuan administrasi peradilan bagi lembaga-lembaga peradilan yang ada di bawahnya.

Melihat kondisi pencapaian saat ini dengan mengamati perjalanan waktu sejak digariskan adanya cetak biru mahkamah agung dan melihat visi yang akan dicapai berupa peradilan agung dan visi Indonesia emas 2045, dalam bidang administrasi masih didapati adanya potensi dan indikasi penyimpangan yang jika tidak cepat diantisipasi dengan pembinaan administrasi peradilan yang tepat dan benar maka tidak mustahil akan terjadi kelambatan dan bahkan kegagalan dalam mewujudkan peradilan yang Agung.

Indikasi kegagalan jika digambarkan akan menjelma menjadi tiga bentuk yaitu: pertama, adanya krisis misi dari pembinaan administrasi, kedua adanya krisis kinerja bidang administrasi peradilan dan ketiga kinerja manajemen internal.  Dalam kenyataan yang ada saat ini manajemen administrasi peradilan belum dilakukan dengan baik. Indikasi dari hal ini dapat lihat pengaruhnya baik secara eksternal (masyarakat) maupun internal (pegawai).

Secara eksternal dapat diketahui bahwa masyarakat belum memperoleh produk pengadilan dengan kualitas yang baik. Sistem yang ada belum mampu menyediakan cara bagaimana dalam menghasilkan layanan kepada masyarakat (produk pengadilan) dapat dilakukan dengan cepat, sekaligus tetap menjaga kualitas dengan baik. Akselerasi yang dilakukan saat ini mampu memberikan pelayanan yang cepat, akan tetapi terkesan sebagai bentuk formalitas saja, sementara mengabaikan kualitas dan substansi yang jauh lebih penting, padahal percepatan dan kualitas adalah dua hal yang harus dicapai secara bersamaan. Salah satu contoh dari indikasi ini yaitu para pihak dapat cepat memperoleh putusan akan tetapi kualitas dari putusan yang belum sesuai harapan.[5]

Selanjutnya secara internal dapat diketahui bahwa terjadi ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan. Demi mengejar akselerasi, beberapa pegawai terpaksa melakukan kerja ekstra waktu (lembur) sementara institusi tidak (belum mampu) memberikan kompensasi kepada pegawai atas hal tersebut. Hal demikian karena belum ada sistem administrasi yang dibangun guna menghasilkan/memfasilitasi cara kerja yang efisien sekaligus menjaga kualitas produk. Belum adanya sistem tersebut juga berakibat dalam melakukan tugas dan fungsinya, masih bersifat individual dan belum merupakan hasil sinergi tim yang tentunya hasilnya akan lebih baik. Keadaan ini terkesan bahwa kinerja masih bertumpu kepada satu atau dua pegawai saja, sehingga bidang administrasi peradilan belum mampu sepenuhnya memberi kontribusi dalam peningkatan kualiatas di tengah akselerasi penyelesaian dan penyajian produk peradilan.

Pembenahan sistem dan administrasi peradilan perlu dilakukan secara sistematik terencana dan simultan. Kebijakan prioritas dalam pembenahan sistem dan administrasi peradilan sangat dibutuhkan untuk keadaan saat ini. Hal demikian dikarenakan kondisi yang ada saat ini yang masih terdapat kesenjangan antara keadaan ideal yang diinginkan dengan kenyataan dan fakta yang ada sebagaimana terurai di atas. Oleh karena itu melaksanakan transformasi manajemen administrasi peradilan adalah suatu langkah yang diyakini menjadi solusi yang tepat.

II. Kebijakan Transformasi Manajemen Administrasi peradilan sebuah kebijakan prioritas.

Dalam menentukan prioritas kebijakan transformasi administrasi peradilan tidak dapat dihasilkan hanya dengan narasi intuitif semata melainkan harus digali dengan berlandaskan teori yang sudah teruji di bidang manajemen[6] sehingga diperoleh beberapa kebijakan yang dapat diambil dan lebih spesifik dapat ditentukan prioritas kebijakan transformasi manajemen administrasi peradilan.

Tantangan (Threats) dalam lembaga peradilan yang berasal dari eksternal Adalah kondisi masyarakat milenial dewasa ini yang diwarnai dengan kondisi VUCA yaitu gejolak (volatility), ketidakpastian (uncertainty), kompleksitas (complexity), ambigu (ambiguity) Terlebih kondisi VUCA sekarang bergeser kepada menjadi BANI (brittle, anxious, non-linear, incomprehensible). Kondisi ini berpengaruh kepada masyarakat yaitu harapan yang terlalu tinggi atas layanan yang diberikan pengadilan. Layanan badan peradilan harus paripurna dengan indikator: cepat, murah aman, terjangkau. Lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum juga merupakan tantangan tersendiri bagi lembaga peradilan.

Di sisi lain, ada Faktor kelemahan (weakness), yang sifatnya intern organisasi yang harus diantisipasi. Meskipun Lembaga peradilan telah memiliki pegawai terutama bidang teknologi informasi yang kompeten, tetapi belum dilakukan menajemen yang baik yang berdampak dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masih bersifat individual dan belum merupakan hasil sinergi tim yang tentunya hasilnya akan lebih baik. Keadaan ini terkesan bahwa kinerja masih bertumpu kepada satu atau dua pegawai saja, sehingga bidang administrasi peradilan belum mampu sepenuhnya (belum optimal) memberi kontribusi dalam peningkatan kualiatas di tengah akselerasi penyelesaian produk peradilan.

Dari analisis tersebut kemudian dapat ditentukan dengan menyesuaikan keadaan organisasi yang ada. Strategi prioritas yang direkomendasikan adalah strategi dari area Weakness- Threats, karena area strategi ini dominan dalam menjaga eksistensi organisasi dan bahkan dapat dikategorikan sebagai quick win yaitu langkah inisiatif yang mudah dan cepat dicapai untuk mengawali program besar dan sulit.

III. Langkah-langkah Kongkret Transformasi Manajemen Administrasi Peradilan.

Target yang ingin dicapai dalam pengembangan sumber daya manusia (administrator) yaitu tercapainya sumber daya manusia yang Smart-berakhlak. SDM yang smart memiliki tujuh indikator yaitu: nasionalisme, integritas, berwawasan global, penguasaan teknologi dan bahasa asing, memiliki jaringan (network) yang luas, hospitility dan berjiwa entrepreneur. Adapun berakhlak yaitu berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif. Target tersebut ditempuh dengan langkah konkrit sebagai berikut: 

1. Membangun dan menjaga integritas dan nilai administrator.

Langkah Strategi dalam pelaksanaan menerapkan sikap integritas di lembaga dilakukan dan dengan menerapkan tujuh langkah membangun dan menjaga integritas dan nilai yaitu:

Pertama, Kultur integritas. Kunci ini adalah dengan membuat kultur yang menjaga integritas. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi dalam pembentukan integritas. “setiap bayi dilahirkan dalam keadaan yang suci” demikian juga dalam organisasi, ketika perekrutan anggota akan diperoleh anggota yang baik, tetapi kemudian lingkungan kerja dalam organisasi yang akan membentuk watak dari individu-individu dalam organisasi tersebut. Langkah ini dilakukan dengan mencoba membuat kultur yang tidak boleh permisif terhadap pelanggaran integritas. Menimbulkan rasa malu jika ada pelanggaran terhadap integritas.

Kedua, Harmonisasi Tim.  Menegakkan dan membangun tim yang kuat. Menegakkan integritas perlu usaha secara kolektif. Langkah ini akan mudah jika dilakukan dengan tim. Membentuk tim yang harmoni terhadap penegakkan integritas. Istilah sekarang dengan membentuk “sirkel” yang parsial terhadap penegakkan integritas.

Ketiga, Originalisasi Integritas. Jika langkah 1 dan 2 terlaksana maka kemudian menjadikan internalisasi pada setiap individu dalam organisasi. Menjunjung tinggi integritas harus bersifat asli, Integritas adalah sifatnya genuin, asli. Integritas adalah “apa kata malaikat kepada Tuhan tentang kita”, bukan kata orang lain dalam autobiografi kita yang orang tulis ataupun kata pelayat tentang kita ketika kita meninggal.

Keempat, Integrity Role Model. Untuk menjamin penerapan integritas dalam organisasi, adagium yang dipakai adalah “saya harus berani menggaransi bahwa sayalah yang harus menjadi modelnya”. Langkah ini adalah langkah awal menjaga agar integritas tetap terjaga secara terus menerus. Hal demikian dilakukan untuk mengantisipasi ancaman degradasi integritas yaitu ketika di awal-awal integritas terjaga, akan tetapi ketika ada gempuran godaan maka integritas berpotensi akan luntur. Oleh karena itu role model menjadi langkah awal agar integritas tetap terjaga.

Kelima, Review rekam jejak untuk menjadi orang baru yang lebih baik. Selalu berusaha perbaiki diri. Berkaca dari masa lalu, lihat kesalahan yang lalu agar tidak mengulang lagi. Atau juga dapat melihat ke belakang tentang kesudahan bagi orang lain yang melanggar integritas untuk menjadi pembelajaran bagi kita untuk motivasi agar tetap menjaga integritas.

Keenam, Usung nilai utama organisasi. Integritas tidak akan lepas dari nilai-nilai utama organisasi. Karena ia adalah kemampuan untuk menjaga nilai-nilai organisasi. Nilai yang diusung adalah Kemandirian, Integritas, Kejujuran, akuntabilitas, resposibilitas, keterbukaan, ketidakberpihakan dan perlakuan yang sama dalam hukum.

Ketuju, Leadership 360 degree. Menjaga integritas harus mampu menempatkan diri yang baik sebagai pemimpin. Berusaha untuk dapat menjalin hubungan baik dengan atasan, bawahan dan sejawat serta pihak-pihak lain.

2. Pengembangan kompetensi administrator

Administrator yang kompeten ditunjukkan dengan tiga indikator yaitu: meningkatkan kompetensi diri guna menghadapi tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar dan melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Langkah konkrit yang ditempuh adalah dengan Pengembangan menggunakan pendekatan competency-based learning dengan menerapkan “putaran enam komponen lingkaran/six circle rotation” secara terus menerus. Langkah-langkah yang saya tempuh sebagai berikut:

Pertama, Analisis kinerja (Performance analysis). Tahap ini dilakukan dengan memulai aktifitas dengan berorientasi kepada tujuan organisasi yaitu visi dari Mahkamah Agung. Langkah ini biasa dikenal dengan begin with the end of mind. Artinya memulai segala sesuatu selalu dikorelasikan dengan tujuan organisasi. Langkah ini juga merupakan pencapaian tujuan organisasi dan tidak kalah pentingnya adalah unsur kebutuhan akselerasi dan kompetensi. Intinya bagaimana performance yang ada saat ini terkait dengan administrasi peradilan. Unsur performance yang dianalisis adalah meliputi segala hal yang berkaitan manajemen administrasi dan pelakunya (administrator)

Kedua, Membangun Kompetensi (Establish Competencies). Langkah ini adalah menentukan kompetensi yang bagaimana yang dibutuhkan dalam satu pekerjaan dalam sebuah unit dalam satuan kerja. Atau dengan kata lain dalam sebuah pekerjaan tertentu dibutuhkan kompetensi yang paripurna (top of strengths performance). Misal dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang pelaku, seperti hakim panitera, juru sita dan komponen penunjang lainnya, masing-masing harus memiliki kompetensi minimal tertentu yang diharapkan.

Ketiga, Penentuan Job role (Establish job role). Langkah ini adalah menentukan kompetensi individu yang dalam suatu unit pekerjaan tertentu. Misal: hakim dilihat dari kompeten pada level keakuratan putusan, panitera sampai dengan keakuratan berita acara, juru sita sampai dengan keakuratan tugas-tugas kejuru sitaa, dan lain-lain komponen pendukung.

Keempat, Mengidentifikasi Kesenjangan (Identify skill gap). Langkah ini menentukan kesenjangan antara keinginan dengan kenyataan kemampuan yang dimiliki staff (difference between desire and actual level performance) yaitu keadaan kompetensi yang dibangun dengan job role yang telah ditentukan.

Kelima, Membuat rencana Pengembangan individual (Create individual development plan). Langkah ini adalah solusi menjawab dari langkah identifikasi skill gap. Artinya kesenjangan tersebut akan dihilangkan dengan menyusun rencana pengembangan individu dapat berupa pelatihan, kursus, diklat di tempat kerja, pendampingan oleh senior dan lain-lain.

Keenam, Melakukan penilaian dan pengukuran (Assess and measure). Langkah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan performance dari staf yang telah dilakukan upaya pengembangan individu, juga mengetahui sejauh mana perubahan perilaku yang ada untuk menuju pencapaian tujuan dan juga langkah untuk mengorganisasikan kemampuan-kemampuan yang ada.

Ketujuh, memastikan langkah-langkah tersebut berulang karena adanya perubahan kompetensi yang dibangun yang disebabkan adanya dinamika perubahan dari masyarakat yang terus berjalan. Dinamika perubahan yang ada dalam masyarakat yang menimbulkan tantangan digambarkan sebagai keadaan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) yang bergeser kepada BANI (brittle, anxious, non-linear, incomprehensible). Dari dinamika akan muncul performance analysis, establish competence, establish job role, yang baru dan ditemukan adanya skill gap yang baru pula, kemudian disusun individual development plan untuk mengatasinya dan dilanjutkan dengan, asses and measure begitu seterusnya sehingga terpola belajar tidak mengenal akhir.

3. Transformasi digitalisasi sistem administrasi peradilan.

Transformasi adalah perubahan yang bertahap dari bentuk yang ada sebelumnya kepada bentuk baru yang lebih modern. Dengan demikian transformasi digitalisasi sistem administrasi peradilan diubah menjadi bentuk baru yang lebih modern yaitu dengan mengelola menyediakan dan meningkatkan layanan administrasi peradilan dengan menggunakan teknologi digital. Layanan tersebut menyentuh langsung segi proses bisnis intern tata kelola pengadilan dan faktor eksternal yaitu pelayanan kepada pencari keadilan yang semakin baik dan paripurna. Hal ini penting dilakukan karena untuk menghindari hambatan dan rintangan dalam pengelolaan administrasi yang mengganggu pencapaian visi Mahkamah Agung yaitu peradilan agung. Langkah transformasi ini dilakukan sebagai berikut:

Pertama, Mengenali faktor pendorong dan tantangan. Adapun faktor pendorong dalam transformasi ini adalah meliputi: (1) digital opportunity: potensi demografi, potensi ekonomi, penetrasi internet. (2) Digital interaction yaitu ditandai dengan maraknya transaksi-transaksi digital, bisnis, perbankan, dan lain-lain. Adapun tantangan dari proses digitalisasi sistem administrasi peradilan adalah setidaknya perlindungan dan pertukaran data yang masih perlu dukungan peraturan, risiko strategis, investasi TI yang tidak sesuai dengan core bisinis peradilan, risiko serangan siber, risiko kebocoran data pihak, kesiapan organisasi dalam mendukung transformasi digital (talent, leader digital, budaya, design grafis), Regulatory framework yang belum mendukung. risiko penyalahgunaan Artificial Intelligence (AI), dan risiko pihak ketiga serta Infrastruktur jaringan komunikasi.

Kedua, Langkah Implementasi digitalisasi tata kelola. Implementasi digitalisasi manajemen administrasi peradilan dilakukan dengan tiga langkah utama yaitu:

  • langkah berkenaan dengan “People”. Langkah ini meliputi data ownership dan stewardship yang meliputi data governance role dan responsibility.
  • Langkah berkenaan dengan “Proses”. Hal ini berkenaan dengan data quality yang meliputi completeness/comprehensiveness, accuracy, format, time frame, validity/integrity. Data dari pihak yang diinput dalam jaringan digitalisasi meliputi Valid/absah, adil dan transparan, Akurat, Pembatasan penyimpanan. Dalam satu berkas perkara beberapa data diinput dari pihak berperkara dan sebagian adalah produk dari internal pengadilan sendiri adapun data yang diinput dari pihak berperkara misalnya: Identitas, baik pihak berperkara maupun saksi, berkas bukti advokat (Surat Keputusan/SK pelantikan advokat dan lain-lain), gugatan, jawaban, replik, duplik, bukti-bukti, kesimpulan, risalah, memori, kontra memori dan lain-lain dokumen yang disampaikan pihak kepada pengadilan.
  • Langkah yang berkenaan dengan “Teknologi”. Hal ini meliputi technology update pada sistem tata kelola data, knowledge sumber daya manusia. Beberapa hal penting dalam Langkah ini dengan membentuk Laboratorium inovasi dan Manajemen risiko. Agar dalam Implementasi Transformasi digitalisasi sistem administrasi peradilan dapat mencapai tujuan maka perlu diterapkan manajemen risiko guna mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko yang mungkin muncul ketika diterapkan kebijakan tersebut yang meliputi standar dan policy yaitu manajemen risiko IT melalui penerapan proses dan kontrol. Mitigasi risiko yaitu titik berat pada prosedur dengan langkah treatment IT yang sesuai dengan isu dan defisiensi kemudian dilakukan Monitoring langkah ini dimaksudkan untuk mengubah risiko IT menjadi keuntungan dan peluang, identifikasi risiko: fokus pada entity level dan governance yaitu mengidentifikasi risiko IT yang berbasis organisasi, sikap dan kecenderungan.

IV. Penutup

Dari uraian di atas selanjutnya dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Kebijakan Transformasi Manajemen Administrasi peradilan merupakan kebijakan prioritas dan merupakan solusi yang tepat dalam pembinaan administrasi menuju peradilan yang agung.

Kedua, Langkah-langkah kongkret dalam melaksanakan transformasi manajemen administrasi peradilan sebagai berikut:

  1. Pengembangan integritas, nilai dan kompetensi sumber daya manusia (administrator) dengan langkah berupa “tujuh kunci membangun dan menjaga integritas” yaitu: Kultur Integritas, Harmonisasi tim, Originalitas Integrity, Integrity Role Model, Review rekam jejak, Usung nilai utama organisasi dan Leadership 360 derajat.
  2. Pengembangan kompetensi administrator dengan competence base learning dengan langkah penerapan pola “putaran enam komponen lingkaran/six circle rotation” secara kontinyu dan terus menerus yaitu performance analysis, establish competence, establish job role, identify skill and gap, individual development plan, asses and measure.
  3. Transformasi digitalisasi sistem administrasi peradilan. Dengan langkah-langkah berupa: (1) Mengenali faktor pendorong dan tantangan. (2). Implementasi digitalisasi tata kelola yang meliputi people, proses, dan teknologi (3). Menerapkan manajemen risiko dengan baik.

Referensi

Agus Dwiyanto, 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2015. Reformasi Birokrasi Kontekstual, Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Adi Suryanto, Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi (gagasan Pembaharuan dan Praktik Kepemimpinan), Jakarta: LAN-RI.

Ernida Basri, dkk. 2021. Meningkatnya Perkara Perceraian Pada Era Teknologi Informasi, Jakarta: Kencana.

Tjondro, E., Cintya, M. O., Seto, S., & Suherman, Y. G. Do Digital Innovation and Risk Disclosure Control Performance? Evidence from Banking in ASEAN, Jurnal Ilmiah Akuntansi, 6 (2), 200–221. (2021).

https://theagilecompanyorg.translate.goog/vucabani/? “Vuca Vs Bani siapa yang akan menang”.

https://telkomuniversity.ac.id/, “Analisis SWOT arti dan contoh penggunaannya”


[1] VUCA merupakan kepadanjangan dari volatility, Uncertainty, Complexity, ambiguity adalah kondisi yang menggambarkan keadaan bergejolak dengan cepat, tanpa kepastian, rumit dan membingungkan/ambigu.

[2] BANI adalah kepanjangan dari brittle, anxious, non-linear, incomprehensible yaitu kondisi yang menggantikan VUCA yaitu menggambarkan keadaan yang kelihatan rapi dipermukaan tetapi rapuh dan mudah hancur yang sulit diantisipasi, adanya rasa ketakutan karena keadaan ketidakpastian dan kondisi komplek (yang mengkibatkan tindakan tidak sejalan dengan hasil akhir) serta ketidakfahaman.

[3] Visi Indonesia Emas 2045 mewujudkan Indonesia sebagai negara nusantara berdaulat, maju dan berkelanjutan. Visi Indonesia emas 2045 dibangun dengan 4 pilar yaitu: Pembangunan Manusia serta Penguasaaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.

[4] Pengertian administrasi secara umum adalah suatu bentuk usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan. Jika kemudian dikaitkan dengan kata peradilan menjadi “Administrasi peradilan” maka ia akan memiliki arti sebagai bentuk usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan lembaga peradilan.

[5]Adanya temuan-temuan dari badan pengawasan Mahkamah Agung, yaitu ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran hukum acara ketika melakukan proses penanganan perkara.

[6] Teori yang memadai untuk hal ini adalah teori analisi dari kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threath)

Dr. Fauzan Prasetya
Dr. H. Khoirul Anwar, S.Ag., M.H. Hakim Tinggi Pusat Strategi Kebijakan Mahkamah Agung
Share. Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Related Posts

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB

The Double-Edged Download

10 November 2025 – 16:46 WIB

Senyap di Balik Layar Digital Pengadilan

10 November 2025 – 15:53 WIB
Demo
Top Posts

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

10 November 2025 – 23:30 WIB

Kelas Inpirasi : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Hukum Keadilan

16 May 2024 – 18:01 WIB

Badan Strajak Diklat Kumdil Gelar Donor Darah dalam Rangka HUT RI dan HUT MA RI Ke-80

21 August 2025 – 11:42 WIB
Don't Miss

Rumusan Kamar Mengisi Kekosongan Hukum Agar Keadilan Benar Secara Hukum, Pasti dan Bermanfaat Bagi Masyarakat

By Kontributor SuaraBSDK10 November 2025 – 23:30 WIB

Penutupan Rapat Pleno Kamar MA ditutup Ketua MA, YM Sunarto Senin malam (10/11) di Convention…

Pelatihan Singkat Hak Kekayaan Intelektual Gelombang Kedua: Menguatkan Kapasitas Hakim Indonesia Melalui Sinergi Strategis Pusdiklat Teknis Peradilan MA RI dan JICA

10 November 2025 – 21:57 WIB

YM Dr. Dwiarso Budi resmi menjadi WKMA Non Yudisial

10 November 2025 – 18:32 WIB

A Digital Witness

10 November 2025 – 16:51 WIB
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
Top Trending
Demo
Hubungi Kami

Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI

Kantor: Jl. Cikopo Selatan Desa Sukamaju, Kec. Megamendung
Bogor, Jawa Barat 16770

Telepon: (0251) 8249520, 8249522, 8249531, 8249539

Kategori
Beranda Artikel Berita Features Sosok
Filsafat Roman Satire SuaraBSDK Video
Connect With Us
  • Instagram
  • YouTube
  • WhatsApp
Aplikasi Internal
Logo 1 Logo 2 Logo 3 Logo 3
Logo 4 Logo 4 Logo 4 Logo 5 Logo 5

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.