Bandung, 21 Oktober 2025 — Mahkamah Agung Republik Indonesia bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali menegaskan pentingnya sinergi penegakan hukum di bidang perpajakan melalui Pelatihan Bersama Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang resmi dibuka pada Selasa (21/10/2025) di Bandung.
Kegiatan strategis ini dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Yang Mulia H. Suharto, S.H., M.Hum., Ketua Badan Strategi Kebijakan dan Diklat Kumdil MA Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H., Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya, Hakim Agung Kamar Pidana YM Sigid Triyono, S.H., M.H., serta perwakilan dari Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kementerian Keuangan. Sebanyak 50 hakim tingkat pertama dan banding dari wilayah hukum Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Bandung, dan Banten turut menjadi peserta pelatihan.
Dalam sambutannya, YM Suharto yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial dan sebelumnya dikenal sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menekankan bahwa penegakan hukum pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan secara parsial. “Kita tidak bisa bekerja sendiri untuk mewujudkan penegakan hukum yang maksimal di bidang perpajakan. Diperlukan kerja sama yang solid, komprehensif, dan tulus antar penegak hukum untuk mencapai kepastian hukum, keadilan, serta kemanfaatan bagi negara dan wajib pajak”, ujarnya.
Menurut YM Suharto, yang memulai kariernya sebagai hakim sejak awal 1980-an dan pernah menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar, pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Karena itu, penegakan hukum di bidang perpajakan harus berjalan selaras dengan kebijakan fiskal nasional. “Kinerja aparat penegak hukum harus mendukung kebijakan pemerintah di sektor keuangan negara tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan kemanfaatan” tegasnya.
Beliau juga menyoroti berbagai permasalahan yang masih terjadi di lapangan, seperti ketidaksepahaman antarpenegak hukum mengenai batas kewenangan, pertanggungjawaban pidana, maupun penerapan konsep ultimum remedium dan primum remedium. Untuk menjawab tantangan tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di antaranya SEMA Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pidana Denda Pajak dan SEMA Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan Dalam Penanganan Tindak Pidana Perpajakan.
Dalam arahannya, YM Suharto yang merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Jember dan Magister Humaniora Universitas Merdeka Malang menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) harus menjadi rujukan utama bagi hakim. UU HPP menurutnya telah menyempurnakan dasar hukum sebelumnya dan menjadi pilar penting dalam memastikan kepastian hukum serta konsistensi dalam menjatuhkan putusan perkara pajak.
Masih menurut YM Suharto, Mahkamah Agung kini sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Mahkamah Agung (RANPERMA) tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. “RANPERMA ini telah melalui uji publik dan akan segera dibahas dalam forum Rapat Pimpinan Mahkamah Agung untuk memperoleh persetujuan” terangnya. RANPERMA tersebut diharapkan menjadi pedoman tunggal agar hakim memiliki keseragaman pandangan dalam mengadili perkara perpajakan serta meningkatkan efektivitas pemulihan kerugian negara.
Lebih lanjut, YM Suharto yang pernah menjabat sebagai Panitera Muda Pidana Mahkamah Agung juga menyinggung inisiatif MA dalam menyiapkan tenaga hakim yang memiliki kompetensi khusus di bidang hukum pajak melalui penyusunan kurikulum dan modul Training of Trainers (ToT) bersama Sekolah Tinggi Hukum Jentera dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) dan Prospera. “Pelatihan seperti ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan upaya serius untuk memperkuat profesionalisme dan integritas hakim dalam menangani perkara perpajakan” ujarnya.
Ketua BSDK MA RI Dorong Sinergi dan Integritas Aparat
Sementara itu, dalam sambutannya, Ketua Badan Strategi Kebijakan dan Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H., menegaskan bahwa kerja sama antara MA dan DJP yang telah terjalin sejak tahun 2022 merupakan bentuk komitmen bersama dalam menjaga kepentingan penerimaan negara dan menegakkan keadilan. “Penanganan tindak pidana perpajakan memerlukan pemahaman yang utuh, sinergi lintas lembaga, serta kesamaan visi di antara aparat penegak hukum” ujarnya.
Menurutnya, pelatihan gelombang keempat tahun 2025 ini diikuti oleh unsur dari MA, DJP, Kepolisian, dan Kejaksaan dengan materi yang bersentuhan langsung dengan praktik penanganan kasus di lapangan. “Sinergi antar penegak hukum dalam memahami substansi dan prosedur perkara pajak adalah kunci agar sistem penegakan hukum berjalan efektif dan berkeadilan” tambahnya.
Ketua BSDK MA RI yang dikenal dekat dengan dunia pendidikan peradilan ini menilai bahwa kegiatan tersebut menjadi wadah pembelajaran bersama yang mempertemukan beragam perspektif penegakan hukum pajak. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan pemantapan nilai integritas aparatur penegak hukum di semua lini. “Pelatihan ini diharapkan menjadi ruang untuk memperkuat profesionalisme, mengasah kepekaan etika, serta memperkokoh komitmen terhadap keadilan dan pelayanan publik” pungkasnya.
Kehadiran dua pimpinan Mahkamah Agung dalam kegiatan ini menjadi simbol kesinambungan antara dimensi kebijakan dan praksis peradilan. Sinergi antara arah kebijakan yudisial yang digariskan YM Suharto dan strategi penguatan kapasitas yang dikembangkan oleh Dr. Syamsul Arief, S.H., M.H., menegaskan bahwa reformasi peradilan tidak hanya berorientasi pada penegakan hukum semata, tetapi juga pada pembentukan karakter dan budaya integritas bagi seluruh aparatur peradilan di Indonesia.
Kontributor: Irvan Mawardi
Hakim Yustisial BSDK MA RI


