Hari pertama Pengumuman peminatan Pelatihan Teknis Yudisial Filsafat Hukum untuk Keadilan [secara Online] di Aplikasi LASKAR Badan Strategi Kebijakan Diklat Hukum dan Peradilan (BSDK MA) membludak. Sehari setelah diumumkan melalui unggahan flyer di media sosial via IG Pusdiklat_Teknis
peminat hakim peradilan umum yang mendaftar telah mencapai 400 orang melebihi kapasitas peserta yang ditentukan sebelumnya yakni maksimal 200 orang.
Reaksi berdatangan dari berbagai hakim khususnya peminat filsafat dari hakim peradilan Agama, TUN dan Militer yang juga berkeinginan untuk ikut. Beberapa hakim peradilan Agama, TUN dan Militer menghubungi panitia bahkan mengajukan protes bahwa kebutuhan hakim akan gizi pengetahuan filsafat itu tinggi. Sebaiknya kuliah-kuliah dengan materi filsafat ini juga diberikan ke semua hakim badan peradilan termasuk TUN. “Pekerjaan Hakim Peradilan TUN itu memutus perkara materinya beririsan dengan administrasi, kekuasaan publik karena subyek posisi pejabat TUN, politik, demokrasi sampai HAM. Jadi agar hakim TUN paham irisan dan filosofinya butuh kuliah ini”, ujar Martha Samawa Kasubdit Binganis Peradilan TUN yang juga peminat filsafat itu mewakili aspirasi para hakim peradilan TUN se-Indonesia.
Sementara itu Sidemen Putera Kabag Program dan Kerjasama Pusdiklat Teknis BSDK MA mengatakan dirinya juga menerima banyak permintaan dari Hakim Peradilan Agama dan Militer juga untuk bisa diikutkan. Bahkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Drs. Muchlis, S.H., M.H. juga meminta Kepala Badan Strategi Kebijakan Diklat Kumdil (BSDK MA) agar kelas filsafat hukum untuk hakim peradilan agama juga diberi kesempatan untuk mengikutinya.
Pelatihan yang akan diselenggarakan secara online tanggal 17-21 November ini adalah base project dan menarik karena keterlibatan para tokoh narasumber yang cerdas dan populer. “Hanya satu orang narsum yakni Gus Baha yang belum terkonfirmasi. Tapi masih coba terus kami hubungi. Ramainya antusiasme para hakim dipendaftaran pelatihan ini sepertinya kami harus membuka pelatihan teknis Filsafat Hukum untuk Keadilan gelombang ke-2”, ujar Bli Putera panggilan akrab Sidemen Putera aseli putera Bali ini.
Filsafat Belum Mati
Melihat fenomena membludaknya minat para hakim mendaftar pelatihan filsafat hukum melalui aplikasi Laskar BSDK MA ini Syamsul Arief, Kepala BSDK MA selaku inisiator pelaksana diklat ini berucap “Filsafat Belum Mati”. Saat ditanya apa maksud dari komentarnya itu Syamsul menjelaskan bahwa klaim filsafat telah mati sering muncul dari sudut pandang bahwa sains dan teknologi telah mengambil alih tugas filsafat, terutama dalam menjawab pertanyaan tentang alam semesta. Pernyataan ini juga pernah dilontarkan oleh tokoh seperti Stephen Hawking dan Martin Heidegger. Namun para filsuf dan kritikus modern berpendapat bahwa filsafat tidak mati, melainkan berevolusi dan tetap relevan dalam penalaran kritis, etika, dan analisis konseptual.
“Materi filsafat itu bukan ilmu sok-sok’an. Bukan kuliah dari dosen yang mengigau, ngobau [ngoceh bau] sulit dipahami. Menggunakan istilah yang jangan-jangan sengaja untuk susah dipahami, lalu membuat peserta kuliah jadi tambah tidak mengerti. Ketidakmengertian audiens dianggap sebagai keberhasilan dalam penyampaian materi kuliah filsafat. Itu ngaco, kuno dan menyesatkan”, ujar Syamsul yang selama ini sering mengundang beberapa tokoh pembicara di BSDK MA untuk memberi materi inspiratif bertemakan filsafat itu.
Bagi Syamsul Filsafat itu harusnya solutif. Seusai peserta kuliah mendapat materi filsafat efeknya adalah reflektif. Peserta tercerahkan kemudian tumbuh semangat kritis dan activisme untuk menjawab masalah. “Filsafat itu awalnya abstrak karena sudut pandangnya holistik, kadang transeden, tapi filsafat itu juga pragmatis bukan semata abstrak dan teoritik dalam menjawab problem sosial”, ujar Syamsul, hakim yang dulu banyak pertimbangan putusannya berbasiskan filsafat dengan metodologi activisme guna mendorong perubahan sosial itu.
Optimisme Hakim yang Kritis
Syamsul Arief melihat fenomena tingginya antusiasme hakim pendaftar kuliah filsafat hukum ini sebagai penanda awal optimisme hadirnya hakim-hakim muda kedepan yang memiliki keberpihakan pada keadilan. Keberpihakan seolah barang haram bagi profesi hakim tapi dalam kuliah filsafat hukum konteks ketidakberpihakan dalam kerusakan lingkungan hidup itu justru crime. Jadi dalam filsafat lingkungan hidup misalnya, hakim itu seharusnya sudah berpihak pada prinsip lingkungan yang lebih baik. Karena hakim bagian dari alam dan ikut terdampak pada alam. “Pengarusutamaan etika lingkungan dan solidaritas kosmis harus jadi bagian dari jiwa hakim. Demikian itulah salah satu materi dalam pelatihan ini nanti menavigasi bahwa filsafat itu menjadi tulang punggung penalaran, logika, dan pemikiran kritis, yang tidak dapat digantikan oleh sains.


