Seri Pelatihan Lingkungan Hidup Advance BSDK-Kemenhut-ICEL 2025
“Lingkungan tidak bisa bicara di pengadilan, maka bukti ilmiah menjadi suaranya.”
Kalimat di atas menggambarkan semangat yang disampaikan Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F., IPU, dalam paparannya berjudul “Bukti dan Penalaran Ilmiah dalam Perkara Kerugian dan Pemulihan Lingkungan: Perspektif Ekologi, Ekonomi, dan Hukum.”
Dalam penyampaiannya, Prof. Dodik menekankan bahwa penegakan hukum lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari dukungan sains. Ia menjelaskan bahwa pendekatan ekologi, ekonomi, dan hukum perlu berjalan beriringan untuk memastikan bahwa setiap putusan perkara lingkungan tidak hanya menegakkan keadilan hukum, tetapi juga mengembalikan keseimbangan alam dan fungsi ekosistem yang rusak.
Pendekatan ekologi membantu memahami struktur dan dinamika lingkungan yang terdampak; ekonomi mengukur nilai kerugian serta manfaat dari upaya pemulihan; sementara hukum memberikan kepastian dan perlindungan terhadap hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jadi, “Pemulihan lingkungan bukan sekadar memperbaiki yang tampak saja, tetapi memastikan ekosistem kembali berfungsi secara utuh demi keberlanjutan kehidupan,” tegasnya.

Paparan ini memberikan wawasan baru bagi para peserta yang terdiri dari hakim-hakim peradilan umum, TUN dan Militer dari wilayah hukum Sumatera dan Kalimantan di Hotel Mercure Jakarta, bahwa penalaran ilmiah bukan sekadar pelengkap dalam persidangan, melainkan fondasi penting agar keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, adil secara ekonomi, dan berkelanjutan secara ekologis.
Lebih lanjut, Prof. Dodik juga menyinggung tentang makna kebenaran hukum. Menurutnya, kebenaran hukum adalah kebenaran yang bersifat mutlak atau absolut, yang dicapai melalui ilmu dan pengetahuan dengan pendekatan ilmiah. Kebenaran hukum tidak hanya sebatas fakta legal yang dibuktikan secara prosedural, tetapi juga merupakan pancaran dari realitas yang dipahami secara utuh.
Ia menambahkan, keyakinan atau kepercayaan hukum (believe) yang dimiliki seseorang akan membawanya pada pemahaman tentang kebenaran hukum yang sesungguhnya. Dengan demikian, hukum tidak hanya bicara tentang norma dan prosedur, tetapi juga tentang pencarian kebenaran melalui penalaran ilmiah yang jujur dan berimbang. Adapun syarat pendekatan ilmiah ada 2 (dua) yaitu : 1. Logis (rasional, empiris), 2. Sistematis (runut/mengikuti prosedur ilmiah).
Prof. Dodik juga menekankan bahwa kebenaran ilmiah harus berbasis bukti (evidence), bukan hanya fakta (facts). Fakta adalah sesuatu yang benar-benar dilihat, didengar, atau dirasakan, sedangkan bukti adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran dari fakta tersebut. Dalam konteks hukum, bukti dapat berupa objek fisik seperti dokumen, foto, atau benda; dapat pula berupa kesaksian dari saksi atau ahli; atau bahkan fakta yang tak terbantahkan secara ilmiah maupun hukum. Tujuan utama dari bukti adalah untuk mendukung atau membantah suatu pernyataan atau klaim secara sah dan meyakinkan. “Tidak semua fakta terbukti, tetapi semua bukti pasti adalah fakta,” ungkapnya, menegaskan bahwa pemahaman terhadap perbedaan antara fakta dan bukti menjadi kunci dalam mencari kebenaran sejati di pengadilan. Ia juga mengingatkan bahwa fakta dapat dipengaruhi oleh perspektif, sementara bukti (evidence) memiliki bobot objektif yang dapat diuji secara ilmiah maupun hukum. Oleh karena itu, pendekatan berbasis bukti menjadi jantung dari penegakan hukum lingkungan yang berkeadilan dan berbasis pengetahuan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Pelatihan Pelatihan Tingkat Lanjut Hakim Lingkungan “Penanganan Perkara Lingkungan Hidup yang Berorientasi pada Pemulihan dan Keadilan Iklim” bagi Hakim Lingkungan Wilayah Sumatera Kalimantan, di Mercure Jakarta Harmoni Jl. Hayam Wuruk No. 36-37, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat, yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI. Melalui sesi di hari pertama ini, para peserta diharapkan semakin memahami pentingnya sinergi antara ilmu pengetahuan dan hukum dalam mewujudkan keadilan lingkungan yang berkelanjutan.
Oleh: Sriti Hesti Astiti
