MEGA MENDUNG – Pada pagi yang sejuk, sebuah pohon Mundu ditanam dengan khidmat oleh Chief Justice Debra Mortimer, pimpinan Federal Court of Australia (FCA), di Taman Hatta Ali, lingkungan Badan Strajak Diklat Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung RI, Kamis (2/10/2025). Aksi simbolis yang dilakukan itu bukan sekadar seremonial. Ini menjadi pembuka bagi sebuah “Dialog Yudisial” intensif yang membahas isu-isu hukum paling aktual, yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Pertemuan ini merupakan puncak kunjungan kerja delegasi FCA ke Indonesia, yang dihadiri oleh seluruh pimpinan Mahkamah Agung RI. Agenda utamanya adalah berbagi ilmu dan pengalaman untuk membangun peradilan yang tidak hanya adil, tetapi juga cepat, mudah diakses, dan memahami tantangan zaman.

Sesi 1: Keadilan Iklim – Ketika Nelayan dan Petani Menuntut Haknya
Dalam sesi pertama, “Keadilan Iklim dan Litigasi Lingkungan”, Chief Justice Debra Mortimer berbagi pengalaman Australia menangani gugatan hukum terkait perubahan iklim. Sesi ini juga menghadirkan narasumber Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha, diskusi ini dihadiri oleh 80 hakim peserta Pelatihan Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup dari seluruh Indonesia serta pimpinan Mahkamah Agung.
Mortimer memaparkan tren gugatan yang semakin meningkat, mulai dari masyarakat adat yang menggugat perusahaan tambang hingga gugatan kelas oleh generasi muda. Salah satu kasus yang diangkat adalah Pabai v Commonwealth, di mana masyarakat Kepulauan Torres Strait menggugat pemerintah Australia karena dianggap lalai menangani krisis iklim yang mengancam tanah leluhur mereka.






Sesi 2: ‘Hot Tub’ dan Bukti Tidak Langsung – Menyederhanakan Sengketa Bisnis yang Rumit
Sesi paralel kedua membahas teknik “Pemeriksaan Silang Saksi (Hot Tub)” yang dipandu oleh Justice Michael O’Bryan. Konsep “Hot Tub” ini mungkin terdengar aneh, tapi tujuannya sangat mulia: membuat persidangan komersial menjadi lebih efisien dan tidak berbelit.
Alih-alih saling menghujam dengan pertanyaan, para ahli dari kedua belah pihak duduk bersama layaknya dalam forum diskusi. Mereka berdebat secara ilmiah di hadapan hakim, yang kemudian dapat mengambil kesimpulan lebih cepat dan akurat.

Sesi 3: Kepailitan Lintas Batas – Melindungi Aset dan Pekerja di Era Global
Justice Catherine Button memimpin sesi tentang “Penerapan UNCITRAL Model Law tentang Kepailitan Lintas Batas”. Ia berbagi pengalaman Australia dalam menangani kasus kepailitan perusahaan yang aset dan kreditornya tersebar di berbagai negara.
Dengan aturan yang harmonis, proses kepailitan dapat dikoordinasikan antar negara. Ini mencegah CEO yang nakal menyembunyikan asetnya ke luar negeri dan memastikan para kreditur, termasuk karyawan yang belum dibayar, memiliki peluang yang lebih adil untuk mendapatkan haknya.

Sesi 4: Mediasi – Jalan Damai di Luar Pengadilan
Judicial Registrat Tim Luxton memaparkan praktik terbaik penguatan mediasi komersial. Mediasi digaungkan sebagai solusi alternatif yang lebih cepat, murah, dan ramah hubungan untuk menyelesaikan sengketa.

Sebuah Komitmen yang Ditanam untuk Masa Depan
Penanaman pohon Mundu—yang kayu dan buahnya bermanfaat—oleh Chief Justice Mortimer adalah metafora yang sempurna. Ia melambangkan komitmen bersama yang ditanam hari ini untuk tumbuh dan berbuah demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat kedua bangsa. Dialog di BSDK Mega Mendung ini membuktikan bahwa hukum tidak harus kaku dan jauh dari rakyat. Melalui kolaborasi internasional seperti ini, Mahkamah Agung RI terus berinovasi menghadirkan peradilan yang modern, berpihak pada keadilan substantif, dan yang terpenting, bermanfaat langsung bagi kehidupan warga negara.
