Close Menu
Suara BSDKSuara BSDK
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

28 November 2025 • 20:01 WIB

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB
Instagram YouTube
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video
Home » “Eksekusi yang Dieksekusi”: Mengapa Indonesia Butuh Sheriff dan Court Security ala Victoria
Artikel

“Eksekusi yang Dieksekusi”: Mengapa Indonesia Butuh Sheriff dan Court Security ala Victoria

18 November 2025 • 23:21 WIB7 Mins Read
Share
Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Artikel ini adalah seri dari naskah penelitian yang sedang disusun oleh Tim studi banding BSDK MA Plus BUA, Ditjen Badilum dan Ditjen Miltun tentang pentingnya Court Security Officer dan Sheriff di Victoria State negara bagian Australia.

Disclaimer : Saya menulis artikel ini dengan gaya satire yang tajam bukan untuk dimaksudkan tidak mencintai lembaga peradilan tapi untuk membuka kenyataan sebagai bentuk kecintaan saya untuk menguatkan peradilan Indonesia dalam konteks protokol pengamanan persidangan pengadilan melalui Court Security dan revitalisasi tugas juru sita / Bailif sebagaimana Sheriff di Victoria Australia.

Di Indonesia, ruang sidang sering terasa seperti panggung drama tanpa sutradara. Ada terdakwa yang mengamuk, keluarga korban yang menerobos barikade, saksi yang gemetar seperti mahasiswa salah masuk kelas, dan juru sita yang lebih sering menjadi penyampai kopi daripada eksekutor keadilan.

Dalam kondisi begini, kita bertanya: apakah pengadilan kita benar-benar tempat yang aman?, atau jangan-jangan arena Koloseum? sebuah amfiteater elips yang megah tempat pertarungan gladiator.

Sementara itu, di Victoria, Australia, mereka sudah lama sadar bahwa pengadilan tidak bisa diserahkan pada “nasib baik”. Mereka menciptakan model dua serdadu keadilan:
• Court Security Officers (CSO), pasukan keamanan profesional yang bertugas penuh waktu menjaga ruang sidang.
• Sheriff Victoria , juru sita versi upgrade, yang tidak cuma mengetuk pintu orang, tapi juga menyita aset, mengeksekusi denda, dan mengembalikan ratusan juta dolar ke kas negara.

Di sana, keamanan bukan urusan satpam pinjaman; itu protokol negara. Dan eksekusi putusan bukan formalitas; itu jaminan negara bahwa hukum bukan sekadar dekorasi di dinding ruang sidang.

Bandingkan dengan Indonesia. Disini, keamanan sidang sering mengandalkan insting, keberuntungan, dan, sesekali, keributan viral yang membuat petugas sadar: “Oh iya, harusnya kita jaga.”

Dan eksekusi putusan? Banyak putusan perdata yang akhirnya cuma menjadi fosil hukum—dilaporkan, diputus, dipublikasikan, tapi tidak pernah disentuh juru sita. Seorang hakim sampai pernah satire: “Putusan kita itu laksana puisi. Indah dibacakan, tapi tak pernah diwujudkan.”

Di Australia, khususnya Victoria, pengadilan berdiri seperti institusi modern: tertib, aman, dan dihormati. Di Indonesia? banyak yang mengkritik, sering kali pengadilan lebih mirip arena spontanitas sosial: tidak ada standar keamanan, tidak ada pengamanan ruang sidang, dan ketika hari eksekusi tiba, juru sita kita justru menjadi pihak yang paling membutuhkan perlindungan.

Mari kita bandingkan.

Victoria: Keamanan Profesional, Putusan Berwibawa

Dengan jumlah sekitar 370 Court Security Officers (CSO) dari G4S, pihak ketiga hubungan kontrak, yang ditempatkan di lebih dari 70 pengadilan di seluruh Victoria, setiap ruang sidang dijaga seperti seharusnya: serius.

G4S mengisi 64 CSO hanya untuk County Court Melbourne, mengamankan 54 ruang sidang lengkap dengan kontrol akses, metal detector, pemeriksaan barang, dan pemantauan CCTV 24 jam.

Baca Juga  Judicial Security Reflections – Special Edition

Di Victoria, security bukan sekadar “orang berseragam” – mereka petugas terlatih, bersertifikat, paham hukum dasar, dan tahu prosedur keselamatan pengadilan.

Lalu ada Sheriff Victoria, juru sita yang benar-benar punya otoritas:

  • menyita properti,
  • menarik denda pidana,
  • melakukan lelang aset,
  • melaksanakan warrant penangkapan bagi penghindar denda.

Dan hal yang paling mengejutkan bagi standar Indonesia:
“Biaya eksekusi perdata cukup sekitar AUD 300 saja atau 3.269.000 Rupiah”, ucap Julie Brown Chief Victoria Sheriff dalam sesi tanya jawab diruang sidang Nomor 2 di County Court Melbourne siang tadi (18/11/2025)

Saya terperangah dari penjelasan Chief Sheriff Victoria. Perempuan paruh baya berbadan tegap bersuara bariton itu : tidak ada biaya tak terduga, tidak ada amplop, tidak ada “tambahan untuk pengamanan”. Sistem bekerja karena dirancang untuk bekerja.

Indonesia: Ketika Juru Sita Malah Perlu Diselamatkan

Sheriff Victoria bukan sekadar juru sita. Ia adalah lembaga penegak putusan. Ia menyita mobil dengan teknologi ANPR, melelang aset, memaksa denda dibayar, dan memastikan negara tidak dirugikan oleh kelalaian warga yang “lupa” dengan kewajibannya.

Sementara di Indonesia, juru sita sering menjadi tokoh dengan tugas paling ironis: ia tahu hukum, tetapi ia tidak diberi alat untuk menegakkannya. Ia diperintahkan untuk mengeksekusi, tapi tidak diberi kewenangan paksa yang cukup.
Akibatnya, banyak putusan perdata dibiarkan menggantung seperti lampu mati: menunggu listrik yang tak kunjung datang.

Pada hari eksekusi, seorang juru sita muncul dengan penetapan eksekusi yang dibacakan cepat-cepat—bukan karena buru-buru mengejar efisiensi, tapi karena takut waktu terlalu siang dan polisi belum tentu datang. Begitu polisi datang pun, sering kali hanya dua orang, tanpa peralatan memadai, karena:

  • “Tidak ada personel,”
  • “Banyak kegiatan lain,”
  • atau alasan klasik birokrasi: “Belum ada surat permohonan baru.”
    Akibatnya, sudah menjadi pola nasional:
    juru sita Indonesia dianggap musuh publik nomor satu oleh pihak tereksekusi.
    Tidak jarang:
  • dikejar,
  • diteriaki,
  • dilempari,
  • atau bahkan disandera secara emosional oleh keluarga pihak kalah.

Ini bukan karikatur. Ini realitas.
Realitas ketika negara meminta putusan ditegakkan, tetapi tidak menyediakan perangkat untuk menegakkannya.

Jika di Victoria sheriff mengeksekusi putusan, di Indonesia juru sita sering justru yang “dieksekusi” oleh amarah warga.

Mengapa Indonesia Harus Belajar dari Victoria

  1. Keamanan Adalah Prasyarat Keadilan
    Ruang sidang yang aman berarti hakim dapat memutus tanpa tekanan, saksi berani bicara, dan pihak berperkara merasa dihormati.
  2. Di Indonesia, keamanan ruang sidang sering diserahkan pada satpam biasa atau polisi yang datang hanya ketika “dirasa perlu”.
  3. Eksekusi Harus Punya Otoritas Nyata
    Kalau putusan tidak bisa dieksekusi, itu bukan putusan—itu sekadar kalimat.
    Sheriff Victoria memiliki kewenangan yang terukur, transparan, dan dihormati.
  4. Beban Eksekusi Tidak Membunuh Akses Keadilan
    Dengan biaya eksekusi sekitar AUD 200–300, pihak menang tidak disuruh bangkrut dulu sebelum realisasi keadilan.
  5. Profesionalisme Pengamanan Melindungi Semua Orang
    Security di Victoria bekerja dengan standar, bukan dengan improvisasi.
    Indonesia perlu Court Security Unit yang bukan satpam biasa, melainkan petugas tersertifikasi seperti CSO G4S.
Baca Juga  Camar-Camar yang Mengawasi Sejarah

Langkah Praktis

  1. Pilot Project Court Security Unit Pada Pengadilan-Pengadilan Negeri di Kota besar dengan jumlah perkara yang banyak dan resistensi tinggi.
  1. Revisi UU yang memberi status hukum baru Court Security Officers di Pengadilan termasuk kerjasama pada pihak ketiga melalui kontrak dan membetuk sheriff atau marshal pengadilan Indonesia yang bertugas sebagai Jurusita mengeksekusi denda dalam Putusan Pidana dan mengeksekusi Putusan perdata .
  2. Pada jangka pendek bisa juga bekerjasama dengan TNI yang ditambahkan personelnya melalui Pengadilan Militer yang sudah menjadi bagian dari MA dan peradilan Indonesia sejak 80 tahun lamanya
  3. Personel TNI yang ditambahkan di Badan Peradilan Militer itu kemudian dilatih menjadi Court Security Officers untuk menegakan protokol pengamanan sidang di Pengadilan sekaligus dilatih menjadi Juru Sita Pengadilan melaksanakan eksekusi putusan hakim.
  4. Penambahan anggaran khusus untuk keamanan sidang di pengadilan dan eksekusi

Kesimpulan

Negara Harus Hadir, Jangan Membiarkan Hakim Sendirian
Karena kita tidak bisa terus memelihara ilusi bahwa pengadilan kita aman hanya karena ada pagar dan petugas berseragam partikelir saat ini.
Karena kita tidak bisa terus membiarkan putusan hakim menjadi esai legal yang dibacakan dengan serius tetapi tidak berdaya di lapangan.

Karena hukum tanpa eksekusi adalah kebohongan; dan pengadilan tanpa keamanan adalah panggung ketakutan.

Model Victoria menawarkan jalan keluar yang elegan:

  • Profesionalisasi keamanan pengadilan
  • Penguatan lembaga juru sita menjadi Sheriff Indonesia
  • Teknologi modern untuk keamanan dan eksekusi
  • Struktur komando yang jelas dan bertanggung jawab
    Ini bukan soal meniru Australia. Ini soal sadar diri:
    bangunan keadilan Indonesia terlalu rapuh jika fondasinya tidak diperbaiki.

Kita butuh pengadilan yang tidak takut ribut.
Kita butuh putusan yang tidak mati muda.
Kita butuh negara yang tahu cara menegakkan hukum, bukan hanya menuliskannya.
Keadilan bukan hanya diputuskan di atas meja hakim—tapi ditegakkan di lapangan.

Victoria membuktikan hal itu dengan sheriff yang bekerja, security yang terlatih, dan biaya eksekusi yang masuk akal. Di Victoria negara hadir untuk memberi keamanan di pengadilan melalui UU (Security Court Act 2017) dan budget anggaran yang memadai.

Jika Indonesia ingin pengadilan dihormati, maka pengadilan harus berwujud sebagai institusi kuat, bukan tempat pertemuan spontan dengan standar keamanan seadanya. Saatnya kita belajar dari Victoria. Karena keadilan tidak cukup diputuskan — keadilan harus dijaga, dan harus dieksekusi.

Melbourne, 18/11/2025

Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H.
Syamsul Arief Kepala BSDK MA, sedang melakukan penelitian Court Security Officers dan Sheriff di Victoria Australia

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Suara BSDK, Follow Channel WhatsApp: SUARABSDKMARI

australia
Share. Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Related Posts

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

28 November 2025 • 20:01 WIB

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB
Demo
Top Posts

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

Menjalin Jejak Kolaborasi Hijau: BSDK dan Departemen Kehakiman AS Bahas Kerja Sama Pelatihan Penegakan Hukum Satwa Liar

26 November 2025 • 19:14 WIB

Putusan yang Tak Bisa Dibacakan di Surga

26 November 2025 • 13:48 WIB

BSDK MA Gelar Pelatihan Filsafat Hukum untuk Hakim: Kelas Eksklusif Bagi Para Pencari Makna Keadilan

25 November 2025 • 12:16 WIB
Don't Miss

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

By Redpel SuaraBSDK28 November 2025 • 20:01 WIB

Di ufuk utara Nusantara, Pulau Weh berdiri seperti batu karang agung yang sejak abad ke-16…

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB

Menjalin Jejak Kolaborasi Hijau: BSDK dan Departemen Kehakiman AS Bahas Kerja Sama Pelatihan Penegakan Hukum Satwa Liar

26 November 2025 • 19:14 WIB
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
Top Trending
Demo
Hubungi Kami

Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI

Kantor: Jl. Cikopo Selatan Desa Sukamaju, Kec. Megamendung
Bogor, Jawa Barat 16770

Telepon: (0251) 8249520, 8249522, 8249531, 8249539

Kategori
Beranda Artikel Berita Features Sosok
Filsafat Roman Satire SuaraBSDK Video
Connect With Us
  • Instagram
  • YouTube
  • WhatsApp
Aplikasi Internal
Logo 1 Logo 2 Logo 3 Logo 3
Logo 4 Logo 4 Logo 4 Logo 5 Logo 5

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.