Close Menu
Suara BSDKSuara BSDK
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

28 November 2025 • 20:01 WIB

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB
Instagram YouTube
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video
Suara BSDKSuara BSDK
Deskripsi Gambar
  • Beranda
  • Artikel
  • Berita
  • Features
  • Sosok
  • Filsafat
  • Roman
  • Satire
  • Video
Home » Etika Publik, Integritas Hakim, dan Fair Trial: Fondasi Moral dalam Penegakan Keadilan
Artikel

Etika Publik, Integritas Hakim, dan Fair Trial: Fondasi Moral dalam Penegakan Keadilan

19 November 2025 • 14:31 WIB4 Mins Read
Share
Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Etika Publik, Integritas Hakim, dan Fair Trial: Fondasi Moral dalam Penegakan Keadilan

Dalam menegakan keadilan ada 3 Dimensi Etika Publik yang harus diketahui, yaitu Tujuan, Modalitas (Sarana, Fasilitas, Aturan, Sistem (Soft dan Hard Instrument)) dan Tindakan. Bila seorang pegawai sudah diberi peringatan dan diberikan hukuman tapi masih melakukan pelanggaran, pasti ada sesuatu yang mendorong dia untuk mekakukan tidakan tersebut. Pimpinan sebagai manajer wajib paham dengan hal ini, umumnya masalah tersebut terletak pada aspek modalitas.

Hukum tetap sebagai sistem yang bersifat normatif namun bisa dipengaruhi oleh penguasa atau siapa saja. Sesuai dengan teori kekuasaan dan teori negara, negara adalah organisasi kewibawaan atau kekuasaan, jelas negara mampu mempengaruhi sistem tersebut sesuai kepentingan. Namun tidak boleh dilupakan di dalam hukum itu ada etika, etika ini tidak bisa diubah dan dipengaruhi karna bersifat ajeg sebagai nilai. Nilai adalah suatu yang baik yang harus kita laksanakan dan yang buruk harus kita hindari, setiap insan manusia, setiap hati nurani pasti ada nilai semua untuk membawa kebaikan.

Manyadari hal tersebut, hakim harus memiliki 5 jenis Akuntabilitas, yaitu:

  1. Akuntabilitas Hukum

Hakim terikat oleh peraturan perundang undangan dan kode etik hakim yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, putusan hakim dapat diuji melalui upaya hukum yang ada, hakim dapat dikenai sangsi hukum bila terbukti melakukan pelanggaran dari paling ringan sampai terberat (pidana).

  • Akuntabilitas Etis dan Profesional

Hakim wajib mematuhi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), pelanggaran kode etik dapat menimbulkan teguran, skorsing sampai pemberhentian.

  • Akuntabilitas Kenegaraan

Mahkamah Agung bertanggung jawab atas pengawasan terhadap hakim yang berada dilingkungan peradilan yang dibawahnya. Komisi Yudisial berwenang mengawasi perilaku hakim, menerima laporan masyarakat, dan merekomendasikan sanksi bagi hakim yang melanggar etika.

  • Akuntabilitas Publik
Baca Juga  Ketika Hak Jadi Milik Negara : Tragedi Maling Beras dan membaca riuh Ijazah Jokowi

Putusan pengadilan harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik kecuali kasus tertentu seperti pekara anak. Masyarakat dapat mengajukan pengaduan kepada Komisi Yudisial atau lembaga lain jika ada indikasi penyalahgunaan wewenang oleh hakim. Media dan Organisasi Sipil juga berperan dalam mengawasi independensi dan intregritas hakim.

  • Akuntabilitas Administratif dan Keuangan

Hakim wajib mempertanggung jawabkan atas penggunaan anggaran dan sumber daya yang di alokasikan oleh negara. BPKP dapat mengaudit keuangan lembaga peradilan untuk mencegah penyalahgunaan dana publik.

Dalam mewujudkan putusan yang adil, hakim sudah pasti berawal dari aliran legalitas atau positifisme hukum, namun ketika memberikan putusan selain berpegang teguh pada etika juga tidak boleh dilupakan prinsip Epikeia, yaitu suatu rasa yang pantas dan juga patut sehingga putusan bisa adil.

Hakim sebagai sang pengadil selain dituntut untuk selalu berpegang pada hukum juga harus berpegang pada budaya, artinya berpegang pada kebaikan (budi yang baik). Budaya ini memiliki 3 lapisan yang wajib dipahami oleh hakim, pertama lapisan artefak, kedua nilai-nilai dan yang ketiga adalah asumsi yang mendasar. Meskipun lapisan budaya ini sudah bagus dan kita setiap insan manusia sudah memilikinya, namun kenapa masih terjadi pelanggaran? Jawabannya, pelanggaran itu bisa terjadi tergantung dengan asumsi yang mendasari pelaku tersebut, artinya terkait dengan kepribadian si pelaku.

Selain itu, hakim atau aparatur negara juga harus berpegang teguh kepada etika. Persoalan etika setidaknya menjawab 4 hal, yaitu:

  1. Tanggung jawab moral
  2. Batasan dari tanggung jawab kita
  3. Keuntungan dalam arti yang fairness
  4. Nilai-nilai apa yang telah kita perjuangkan

Jadi berdasarkan etika ini kita sekaligus bisa menjawab tantangan pemikiran dan situasi post truth, yaitu pengadilan sudah jujur, sudah berintegritas namun masih dianggap melanggar, direspon negatif oleh masyarakat (tertentu). Namun demikian kita tidak perlu khawatir apalagi gentar, yang terpenting dalam menjalankan tugas/memutus perkara kita sudah berpegang teguh pada nilai-nilai yang positif baik tersebut.

Baca Juga  Fahruddin Faiz: Hakim adalah Insan Kamil Penyeimbang Akal dan Wahyu

Berkaitan dengan budaya, etika, epikeia yaitu suatu rasa yang pantas seperti tersebut diatas, agar hakim dapat melaksankan tugas sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Pasal 24, 25 Jo. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, hakim wajib melaksanakan peradilan yang adil atau fair trial, yaitu peradilan yang dilakukan dengan imparsial, profesional, tidak memihak, mendengarkan kedua belah pihak dan berpegang teguh pada kebenaran, yang endingnya pasti adil.

Dalam menerapkan fair trial tersebut, dalam menjatuhkan putusan mengenai berat ringannya hukuman tetap tergantung pada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar, karna hukum tidak bisa di samaratakan (gebyah uyah). Hakim harus selalu ingat, hukum itu bersifat abstrakto yang bersifat menyamaratakan, sementara perkara bersifat kasuistis, artinya ada hal hal yang khusus dalam suatu perkara yang wajib dipertimbangkan oleh hakim sesuai kasus tersebut, sehingga hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran. Jadi putusan yang dijatuhkan selalu mempertimbangkan hukum, etika termasuk budaya, rasa yang pantas, patut dan adil.

I Made Sukadana
I Made Sukadana Hakim Yustisial BSDK MA

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Suara BSDK, Follow Channel WhatsApp: SUARABSDKMARI

artikel
Share. Facebook Twitter Threads Telegram WhatsApp

Related Posts

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

28 November 2025 • 20:01 WIB

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB
Demo
Top Posts

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

Menjalin Jejak Kolaborasi Hijau: BSDK dan Departemen Kehakiman AS Bahas Kerja Sama Pelatihan Penegakan Hukum Satwa Liar

26 November 2025 • 19:14 WIB

Putusan yang Tak Bisa Dibacakan di Surga

26 November 2025 • 13:48 WIB

BSDK MA Gelar Pelatihan Filsafat Hukum untuk Hakim: Kelas Eksklusif Bagi Para Pencari Makna Keadilan

25 November 2025 • 12:16 WIB
Don't Miss

Pulau Weh: Riwayat Tentang Ombak, Batu Karang, dan Para Pengembara

By Redpel SuaraBSDK28 November 2025 • 20:01 WIB

Di ufuk utara Nusantara, Pulau Weh berdiri seperti batu karang agung yang sejak abad ke-16…

Pray for Sumatera — Doa, Empati, dan Solidaritas untuk Saudara Kita yang Terdampak Bencana

28 November 2025 • 16:42 WIB

JEJAK API YANG TAK BISA BERBOHONG

27 November 2025 • 15:05 WIB

Menjalin Jejak Kolaborasi Hijau: BSDK dan Departemen Kehakiman AS Bahas Kerja Sama Pelatihan Penegakan Hukum Satwa Liar

26 November 2025 • 19:14 WIB
Stay In Touch
  • Facebook
  • YouTube
  • TikTok
  • WhatsApp
  • Twitter
  • Instagram
Top Trending
Demo
Hubungi Kami

Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI

Kantor: Jl. Cikopo Selatan Desa Sukamaju, Kec. Megamendung
Bogor, Jawa Barat 16770

Telepon: (0251) 8249520, 8249522, 8249531, 8249539

Kategori
Beranda Artikel Berita Features Sosok
Filsafat Roman Satire SuaraBSDK Video
Connect With Us
  • Instagram
  • YouTube
  • WhatsApp
Aplikasi Internal
Logo 1 Logo 2 Logo 3 Logo 3
Logo 4 Logo 4 Logo 4 Logo 5 Logo 5

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.