Jakarta, 10 November 2025 — Langit pagi di ibu kota begitu cerah ketika barisan aparatur Mahkamah Agung berdiri tegak di Halaman Utama Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia. Di bawah cahaya mentari yang hangat dan langit biru tanpa mendung, upacara peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025 berlangsung khidmat dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Agung, Yang Mulia Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. sebagai Pembina Upacara.
Upacara yang dimulai tepat pukul 08.00 WIB ini diikuti oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial dan Non-Yudisial, para Ketua Kamar Mahkamah Agung, para Hakim Agung, Pejabat Eselon I dan II, termasuk hadir Kepala Badan Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung, Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H. Nampak hadir juga para Hakim Yustisial, termasuk Hakim Yustisial BSDK MA, serta seluruh Aparatur Sipil Negara di lingkungan Mahkamah Agung. Barisan peserta yang memenuhi halaman utama tampak rapi dan penuh ketenangan, seolah memahami bahwa pagi itu bukan sekadar seremoni, tetapi momentum perenungan akan jasa dan pengorbanan para pahlawan bangsa.
Dalam keheningan upacara, ketika Ketua Mahkamah Agung memimpin mengheningkan cipta, suasana terasa begitu syahdu. Tidak ada kata-kata panjang, tidak ada orasi, hanya keheningan yang berbicara. Dalam diam itu, seakan tergema suara sejarah yang memanggil: mengingatkan tentang keberanian, pengorbanan, dan tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan dalam bentuk pengabdian.
Petugas upacara kemudian membacakan pesan-pesan dari sejumlah pahlawan bangsa. Kalimat-kalimat itu seperti menembus ruang dan waktu, menyentuh setiap hati yang hadir di halaman Mahkamah Agung pagi itu. Dari Pahlawan Supriyadi, terucap tekad keberanian melawan ketidakadilan meski harus berhadapan dengan ketakutan sendiri. Dari Bung Tomo, bergema seruan “Allahu Akbar!” yang dahulu membakar semangat rakyat Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan.
Tak kalah menggugah, pesan pahlawan Pattimura yang pernah mengucap, “Beta rela mati demi bangsa dan tanah air,” mengingatkan bahwa perjuangan sejati selalu lahir dari pengorbanan tanpa pamrih. Dari Jenderal Sudirman, terngiang pesan abadi tentang keikhlasan seorang pemimpin: memimpin bukan dari belakang meja, tetapi dari garis depan perjuangan. Dan dari Presiden Soekarno, mengalun kalimat yang terus hidup lintas generasi: “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Deretan kalimat itu bukan sekadar kutipan sejarah, tetapi seperti menjadi cermin bagi setiap aparatur peradilan: bahwa semangat kepahlawanan tidak berhenti pada medan perang, melainkan hidup dalam disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab moral dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Cuaca yang cerah dan sinar mentari yang kian terik justru memperkuat makna upacara pagi itu. Setiap peserta berdiri tegak, sebagian menyeka keringat, namun tak satu pun kehilangan kekhidmatan. Di tengah panas yang menyengat, semangat mereka seolah berpadu dengan semangat para pahlawan yang telah gugur, membara tetapi meneduhkan hati.
Ketua Mahkamah Agung, YM Prof. Dr. Sunarto, SH, MH tampak khidmat memimpin upacara. Setiap gerakannya sederhana, namun mengandung wibawa dan keteladanan. Tidak perlu banyak kata untuk memaknai perjuangan, kehadiran beliau di tengah barisan sudah menjadi simbol kepemimpinan yang membumi dan membangkitkan semangat kolektif aparatur peradilan.
Ketua BSDK Mahkamah Agung, Dr. H. Syamsul Arief, S.H., M.H menyampaikan refleksinya usai upacara: “Hari Pahlawan bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga momentum meneguhkan komitmen kita untuk melanjutkan perjuangan dalam bentuk pengabdian. Di masa kini, menjadi pahlawan berarti bekerja dengan integritas, berani menegakkan kebenaran, dan setia pada nilai keadilan,” ujarnya.
Syamsul Arief menambahkan, semangat kepahlawanan di era modern adalah keberanian untuk melawan kemalasan, ketidakjujuran, dan keacuhan. “Setiap hakim, setiap aparatur peradilan adalah mata rantai perjuangan panjang bangsa ini. Integritas adalah senjata utama kita,” imbuhnya dengan nada yang tenang namun sarat makna.
Selepas upacara, suasana di halaman Mahkamah Agung terasa teduh. Beberapa pegawai masih berdiri sejenak, memandangi tiang bendera yang kembali berkibar di tengah langit biru Jakarta. Ada semacam getar kebanggaan yang sulit diungkapkan, bahwa di tempat ini ialah tempat hukum ditegakkan, jiwa kepahlawanan tetap hidup dalam bentuk pengabdian yang senyap namun nyata.
Upacara peringatan Hari Pahlawan 2025 di Mahkamah Agung bukan hanya mengenang para pahlawan yang gugur di medan perang, tetapi juga menyalakan kembali api semangat bagi para penjaga keadilan masa kini. Bahwa setiap keputusan yang adil, setiap kebijakan yang berpihak pada kebenaran adalah bentuk nyata perjuangan dalam arti yang sesungguhnya. Dalam diam, gema pesan para pahlawan itu masih terngiang di benak seluruh peserta upacara, sebuah pesan abadi yang menyentuh batin: “Perjuangan belum selesai.”
Kontributor:


